Diskusi Resonansi Budaya Islam dalam Sastra dan Seni Rupa menjadi Tema Kolaboratif dalam Ruang Tamu PKN

Oleh Selvia Parwati Putri 

Topik yang menjadi perbincangan dalam Ruang Tamu PKN tidak hanya berkutat dalam lingkup seni sastra, tetapi juga berkolaborasi pada ranah seni rupa.

"Diskusi Resonansi Budaya Islam dalam Sastra dan Seni Rupa" menjadi bincang-bincang menarik karena mampu mengolaborasikan seni sastra dengan seni rupa. Diskusi ini dilaksanakan pada Rabu (25/10/23) di Teater Prof. Mahmud Yunus FITK.

Sebelumnya, LSO Sakustik yang masih menjadi bagian dari HMPS PBSI, menyuguhkan pembukaan acara dengan menampilkan musikalisasi puisi ciptaan Danarto yang hanya bertuliskan "Allah" sebanyak 1000 lembar lebih.

Dalam sambutannya, Dr. Ahmad Bahtiar, M.Hum., selaku Ketua Prodi PBSI, menuturkan bahwa lingkup sastra dan seni rupa menjadi dua hal yang menarik untuk diperbincangkan.

"Berkat Ibu Ratna DKK, Pojok Danarto menjadi tempat yang menarik. Ada dua hal yang penting dalam Danarto, yakni sastra dan seni rupa. Ini menurut saya adalah dua hal yang menarik yang bisa dikaitkan dengan budaya keislaman. Seniman Danarto terkenal tidak hanya sebagai sastrawan, tetapi ia juga melukis," ucap Ahmad Bahtiar. 

Narasumber yang didatangkan juga memiliki kompetensi yang mumpuni untuk mengupas bagaimana seni rupa, khususnya kaligrafi, dapat menjadi ekspresi seni yang luar biasa.

Diskusi dimulai dari penyampaian materi oleh Dr. Didin Sirojuddin, M.Ag. Seorang Kaligrafer Internasional dan Pendiri LEMKA itu mengatakan bahwa kaligrafi bukan hanya sekadar keterampilan biasa, tetapi kaligrafi adalah ilmu karena ada aturan mengenai tata cara, ukuran huruf, dan lain sebagainya. 

Menurutnya, kaligrafi mampu berperan dalam berbagai lini. Mulai dari perannya sebagai seni, filsafat, pendidikan, estetika, hingga pada perkara sulit, yakni perolehan pahala karena sulitnya belajar, hingga pada pahala dalam mempelajarinya.

Lain dengan Didin, Hairus Salim, seorang Pengurus Yayasan Tikar Seni Budaya Nusantara Bandung, lebih detail menerangkan contoh-contoh cerpen Danarto yang banyak melukiskan malaikat.

Diketahui Danarto mulai melukis malaikat pada tahun 1977. Danarto menurut Hairus adalah sastrawan yang istimewa. Tidak hanya bisa menulis cerpen, ia juga mampu mengilustrasikannya, dan salah satu tokoh yang sering muncul dalam cerpen-cerpennya adalah tokoh malaikat.

Terakhir, Annisa Rahadiningtyas, seorang Asisten Kurator National Gallery of Singapore, lebih kepada memaparkan bagaimana kaligrafi tidak hanya lekat pada ranah keislaman, tetapi juga menjadi ekspresi artistik untuk isu global.

Ia juga kerap menceritakan sosok Arahmaiani yang merupakan seorang seniman Indonesia yang ingin membangun kesadaran perbedaan dan berusaha menciptakan menghapus ketaDia menciptakan menampilkan tulisan Arab dengan lebih berwarna dengan tujuan untuk menghapuskan ketakutan akan tulisan-tulisan Arab yang kerap kali disamakan dengan teror.

Perempuan yang menerima gelar Ph.D. dari Cornell University itu juga menerangkan bahwa seseorang bila melihat tulisan Arab, maka akan langsung berpersepsi bahwa itu adalah tulisan dari Al-Qur’an. Ini disebabkan masih banyak orang yang belum bisa membaca bahasa Arab gundul, pun Arab pegon juga hanga dipelajari pada ranah pesantren. 

"Hanya sedikit dari kita yang bisa baca Arab gundul, jadi ketika kita melihat Arab, maka kita berpersepsi kalau itu tulisan dari Al-Qur’an," pungkas Annisa.

Lebih baru Lebih lama