Penampilan Putu Wijaya dalam Ruang Tamu PKN

Oleh Hayati Badrunnisa

Pekan Kebudyaan Nasioanl tahun 2023 merupakan kegiatan yang bekerjasama dengan Kemendikbudristek, salah satunya diselenggarakan oleh para dosen serta mahasiswa dari Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prodi PBSI menjadi salah satu titik penyenggara Ruang Tamu PKN dari 40 titik yang tersedia dalam acara PKN yang menjadi satu-satunya lokasi di Tangerang Selatan.

Ruang Tamu Pekan Kebudayaan Nasional di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang bertemakan "Resonansi Budaya Islam: dari Ciputat untuk Dunia" memiliki banyak rangkaian acara, seperti studium generale dan menuju Ruang Tamu PKN, Taman Baca Danarto, workshop, bedah buku, bazar, pilar ekspresi, puisi, dan Tribute. Rangkaian acara Tribute diisi dengan doa bersama untuk Budayawan Muslim Ciputat, Bincang Budaya, monolog karya Putu Wijaya, persembahan oleh Jamal D. Rahman, dan panggung ekspresi. 

Dalam acara Tribute Pekan Kebudayaan Nasional pada Sabtu (28/10/23) di Aula SC UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menampilkan monolog yang dibawakan oleh seorang sastrawan Indonesia terkenal yakni, I Gusti Nugrah Putu Wijaya yang lebih dikenal dengan sebutan Putu Wijaya. Ia tampak masih semangat dalam membacakan naskah monolognya sehingga penonton terhanyut dalam penampilan yang dibawakannya. Monolog yang berjudul “Kemerdekaan” itu menghadirkan peralatan sangkar burung perkutut milik dari seorang juragan tua.

(Dokumentasi Penampilan Molonog "Kemerdekaan" oleh Putu Wijaya di PKN UIN Jakarta Oktober 2023)

Monolog "Kemerdekaan" dibawakan oleh Putu Wijaya, meskipun dengan suara serak akan tetapi Ia dapat membawa penonton terhanyut dalam pembacaannya. Monolog yang menggambarkan tentang Juragan Tua yang memiliki 200 juta burung perkutut yang selalu disimpan dalam sangkar. Pada suatu hari tiba, Juragan tersebut memberi hadiah kepada burung perkutut paling setianya yakni sebuah kemerdekaan. Tetapi, burung perkutut menjadi ketakutan dalam hidupnya karena pasti selalu ada perubahan, dan burung perkutut tidak menyukainya. Baginya, hidup sekarang lebih dapat dinikmati dikarenakan segalanya telah ada, tidak membahayakan serta tidak ada yang mengganggu, semua dianggap nyaman. 

Dalam monolog yang dibawakan Pak. Putu menggambarkan Sang Juragan Tua yang marah karena ketololan dari burung perkutunya yang dianggap tidak mau menerima pemberian hadiahnya. Bahkan Sang Juragan akan mengancam membunuh burungnya jika tidak pergi juga. Berakhir dari amarahnya membuat burung perkutut menjadi sekarat karena kepaksaan agar keluar dari sangkarnya.

Selanjutnya Pak. Putu membacakan monolog dengan lanjutan 200 juta burung perkutut milik orang tua yang berteriak sedih, dan Pak. Putu mengucapkan “Kurr.. kuurr, kuurrr.. kuurr” yang diikuti oleh penonton yang saat itu serius mendengarkan monolog dengan sangat sunyi hingga ikut bersuara bersama. Akhir dari monolog yakni Sang Juragan tua yang berakhir sadar bahwa kemerdekaan bisa didapatkan hanya kepada orang-orang yang bisa saling menghargai dan saling mengerti arti kemerdekaan yang sebenarnya. Juragan berkata, “baru hari ini saya tahu bahwa kemerdekaan ada yang tidak membebaskan, baru ini saya tahu ada kemerdekaan yang membunuh.” 

Akhir cerita monolog Pak. Putu yaitu dengan akhir cerita Sang Juragan yang membuka sangkar burung untuk membebaskan burung-burung perkututnya, dari sebanyak 200 juta burung keluar dari sangkar bahkan burung perkutut yang pura-pura mati pun ikut untuk mengambil kebebasan dengan cara mereka masing-masing.

Nilai-nilai yang terdapat dalam penampilan monolog Putu Wijaya berhubungan dengan tema Budayawan Ciputat Danarto yang masih erat kaitannya dengan tokoh-tokoh Budayawan Muslim Ciputat. Nilai yang didapat dalam monolog Pak. Putu yaitu mengajarkan arti kebebasan hidup yang dapat dinikmati tanpa adanya sebuah tekanan yang didapat seperti burung perkutut dari Sang Juragan. 

Kemerdekaan yang sudah didapat tersebut memberikan pelajaran agar dapat menikmati arti dari kebebasan, serta arti luas yaitu membebaskan diri agar tidak ditekan oleh siapapun, mendapatkan hidup yang lebih bermanfaat, dan dapat mengambil sebuah peluang kesempatan. Artinya merenungkan arti kemerdekaan dan memakainya secara kebebasan.

Monolog karya Putu Wijaya ini memberi kritik terhadap orang-orang yang masih ragu untuk menjalankan kehidupan merdeka dan bebas mengekspresikan diri dalam kehidupannya. Pada dasarnya kemerdekaan itu datangnya dari kesadaran diri sendiri. Setiap orang mempunyai peluang untuk mendapatkan sebuah keberhasilan dirinya, maka harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Seperti halnya dari Tokoh Budayawan Muslim Ciputat yang mengambil kesempatan untuk mendapatkan sebuah kebebasan dirinya agar dapat berekspresi kepada semua orang dengan hasil karya yang dituangkannya. Hasil karya-karya tersebut dapat bermanfaat untuk semua orang, seperti mendapatkan pengetahuan yang bisa diambil dari karya-karya Budayawan Ciputat. 

Misalnya Budayawan Ciputat yakni pertama, Pak. Danarto memiliki banyak sejarah di Ciputat sebagai seorang sastrawan dengan berbagai macam karya yang dituliskannya. Ia dapat memberikan kesan dari monolog yang dibawakan Pak. Putu yaitu kebebasan mengeskpresikan sebuah karya dalam tulisan dan drama.

Lebih baru Lebih lama