Dari Negeri Antah Berantah

Oleh Mahwi Air Tawar 

Membayangkan tumbuh kembang karya sastra tutur Indonesia—yang dielaborasikan dan dipertontonkan di tengah-tengah genre sastra lain, seperti, puisi, cerpen, dan novel, rasa-rasanya seperti api jauh dari panggang. Dongeng seakan menjadi kenangan indah dari masa silam, dari sepasang mata anak-anak menjelang tidur. 

Sastra tutur (selanjutnya: dongeng) menjadi cikal bakal di mana imajinasi tumbuh dan berbiak. Sejak kanak-kanak bahkan sejak dalam kandungan, orang tua tidak sekadar mengajak dan membawa anak-anaknya berimajinasi tentang kicau burung, senandung, riak ombak, dan putri duyung, berikut pendaran bulan cahaya dan kilau bintang-bintang. Tidak ketinggalan, tentang kisah kesaktian-kesaktian para tokoh-tokoh dahulu kala, petualangan-petualangan imajiner baik yang bersumber dari teks-teks sastra lisan dan tulis maupun sejarah, berikut nilai-nilai kebaikan dan keburukan si tokoh. 

Seiring dengan beranjaknya usia, dongeng yang ketika masih anak-anak disimak dan dengarkan menjelang tidur, diam-diam menjadi pengiring jelajah imajinasi dan pikiran untuk membuka lebih lebar pengetahuan sejarah masa lalu lewat buku-buku bacaan. Di hadapan buku bacaan, masa lalu membuka dirinya untuk dimasuki lebih dalam dan dijelajahi sekaligus, apa yang terdapat di dalamnya diizinkan dibawa ke masa depan, tidak terkecuali tentang dongeng yang sebelumnya tersimpan di rak buku masa lalu. 

Belajar dari masa lalu sebuah keharusan yang mesti dilakukan sekalipun masa lalu itu penuh dengan luka, juga menyakitkan. Tapi percayalah, dari rasa sakit masa lalu itulah masa depan tercipta. Namun demikian, hidup terus berjalan, pengetahuan terus bertumbuh, dan zaman berubah. Oleh karenanya, "Pelajari masa lalu jika kamu ingin mengetahui masa depan." titah Confusius. 

Dalam konteks karya sastra, dongeng, khususnya, hampir selalu menjadi acuan materi penulisan plus dengan gaya narasi masa lalu yang kurang menarik dan cenderung klise, misalnya, 1. Dahulu kala di suatu tempat ada sekelompok hewan yang hidup damai dan rukun atau. 2. Di zaman dahulu ada kisah…. 

Kita tidak tahu pasti, apakah narasi yang dibangun oleh penulis yang melandaskan ide kepenulisannya degan gaya kepenulisan masa lalu sebagaimana orang tua-orang tua terdahulu menceritakan sebuah kisah di saat menjelang tidur, atau memang ketidakmampuan kita bereksprimen —dengan tanpa menghilangkan esensi dongeng itu sendiri— dengan gaya-gaya atau narasi-narasi yang lebih menarik sebagai genre sastra lainnya yang terus bertumbuh dan berkembang sekali pun itu berangkat dari tema-tema dongeng, mitos, dan tradisi. 

Penulis-penulis masa kini, khususnya penulis muda, tidak akan betah duduk berlama-lama membaca teks narasi yang ditulis dengan gaya sastra tutur dengan awalan kalimat, dahulu kala…. Atau di zaman dahulu. Dengan begitu, bisa jadi, ketidakpedulian pembaca terhadap dongeng sesungguhnya bukan pada esensi dongeng di dalamnya, akan tetapi lebih pada gaya kepenulisan yang membosankan. 

Oleh karenanya, menulis dengan dongeng sebagai bahan ide adalah sebuah tantangan tersendiri; bagaimana dongeng disajikan (dituliskan) dengan gaya yang menarik sehingga mampu merambah pembaca generasi terkini yang, sudah pasti, lebih tertarik kepada hal-hal yang visual dan musikal ketimbang berlama-lama membaca teks. 

***

Dongeng dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti, dongeng adalah cerita yang tidak benar-benar terjadi terutama tentang kejadian zaman dulu yang aneh-aneh. Namun begitu, sekalipun dongeng hanya berisi cerita-cerita fantasi yang bersumber dari foklor dan imajinasi masa lalu, tetap saja dongeng memiliki tempat istimewa. Dunia dongeng menjadi “dunia” paling dirindukan untuk didengarkan dan disimak. 

Kesahihan arti dunia antah berantah mungkin perlu ditelisik lebih dalam, sebab, seringkali di dunia fana ini, ke-antah-berantahan sebagai sumber referensi dongeng diam-diam menawarkan prespektif baru, dan secara ajaib pula, lewat dunia antah berantah layar imajinasi terkembang. Sementara, pikiran sebagai alat menyatukan segala sesuatu yang berserak di dunia antah berantah mengikatnya dalam satu simpul narasi cerita yang siap dibuka dan dipertontonkan di hadapan penonton yang selama ini tegak berdiri di atas dunia yang terstruktur, nyata, dan menjadi dambaan hampir setiap umat manusia. 

Anggapan bahwa dongeng yang bersumber dari dunia antah berantah tidak sepenuhnya benar, juga tidak salah. Toh, banyak cerita yang didongengkan bersumber dari kisah nyata kehidupan dan tokoh berpengaruh di masa lalu. Tidak sedikit pula temuan-temuan berilian berangkat dari imajinasi liar si penemu meski pada mulanya ditentang dan ditolak mentah-metah. 

Untuk menjangkau dunia ke-antah-berantah-an tentu saja tidak bisa ditempuh dengan hanya berpikir linier. Dibutuhkan perangkat imajinasi kreatif sehingga dapat memetik buah ranum yang, kelak dapat kita sajikan. Tanpa melibatkan imajinasi yang kreatif dan pikiran kritis hampir mustahil ide-ide dan objek cerita yang bersumber dari dunia ke-antah-berantah-an disatukan dan disajikan kepada pendengar maupun kepada buah hati tersayang. 

Maka, dapat disimpulkan, bila di antara kita bersih kukuh dengan pikiran-pikiran linier dan mengabaikan objek-objek dari dunia “antah berantah”, lebih-lebih dunia imajiner, seorang pendongeng sebaliknya, ia tidak sekadar memanfaatkan remah-remah objek yang bertaburan yang disatukan dalam dunia imajinasi sebelum akhirnya disajikan dengan mewah “meriah”. 

Tanpa kerja imajinasi yang kreatif hampir bisa dipastikan materi dongeng akan kering. Dengan begitu, pengertian dongeng sebagaimana termaktub dalam kamus KBBI menemukan kebenarannya, dunia antah berantah. Apa yang bisa diharapkan dari dunia antah berantah?

Barangkali, berlebihan bila saya menyebut negara Indonesia sebagai Negara Seribu Dongeng, di negeri ini bukan hanya pendongeng yang lihai berdongeng, bahkan politikus tak kalah mahir berdongeng. Imajinasi-imajinasi yang dibangun dan disampaikan pun tak kalah menarik lengkap dengan bualan dan janji-janji seakan kita hidup di negeri antah berantah!


Mahwi Air Tawar
Redaktur Kelas Menulis
Penulis Buku Kumpulan Puisi Mata Blater



Lebih baru Lebih lama