Oleh M. Yus Yunus
Apa yang terjadi dengan kondisi jalanan dahulu dan saat ini?
Kenapa pertumbuhan transportasi semakin cepat?
Kenapa kebutuhan semakin banyak padahal akses traspoertasi semakin memadahi?
Entah, kenapa semakin hari jalan raya rasanya semakin sumpek. Kendaraan semakin banyak sementara pejalan kaki semakin lenyap. Fungsi trotoar yang berubah, pedagang kaki lima di mana-mana, banyak abang ojol yang suka nunggu pelanggan di bahu jalan, dan belum lagi pengamen semakin banyak dengan cara-cara terbaru selain bermain musik dan bernyanyi.
Selain memberikan penghidupan, jalanan juga membawa kebutuhan tersendiri. Pada masyarakat pedesaan yang mayoritas penduduknya sebagai petani, dan lingkungannya didominasi oleh kebun atau sawah, kondisi jalan yang tidak sesuai dengan harapan kerap dieluh-eluhkan. Dengan bentuk jalan yang berupa tanah, tidak membuat kendaraan seperti mobil dapat setiap saat melintas. Seringnya para petani memikul sendiri gabah-gabah yang mereka bawa dari sawah ke juragan, atau ke rumah sendiri. Paling kalau ingin sedikit lebih efesien, mereka akan menggunakan grobak agar memuat gabah dalam jumlah yang banyak. Akan tetapi grobakpun tidak setiap saat dapat digunakan, apalagi jika kondisi jalanan baru terguyur air hujan.
Sebelum teknik cor dibuat di berbagai jalan raya, batu dan krikil menjadi bahan material memecahkan masalah kondisi jalan yang berubah akibat terguyur air hujan. Bahan material ini tidak sulit didapatkan oleh penduduk yang masyoritas petani, karena mereka bisa mendapatkannya dari sungai. Akan tetapi pula, meskipun jalan sudah bercampur krikil dan batu tidak lantas solusi tersebut benar-benar efesien. Jika hujan kembali datang dan kondisi tanah berubah, batu dan krikil yang telah bersatu dengan tanah membuat kondisi jalanan menyerupai sungai yang kekeringan. Tentu saja dalam keadaan seperti itu bukan mobil mewah yang sanggup melintas, melainkan telaktor, atau gerobak.
Entah kenapa kendaraan yang melintas pada jalan raya selalu sesuai dengan kondisi jalan tersebut. Semakin rapih dan mulusnya suatu jalan, semakin bagus dan mewah kendaraan yang melintas. Seperti yang kita saksikan di jalan Raya Sudirman, atau jalan TOL saat ini yang melarang roda dua untuk masuk. Sementara semakin buruk kondisi jalannya, semakin kurang layak juga kendaraan yang melintas. Tidak mungkin kondisi jalan yang tampak hanya berupa tanah dapat dilalui oleh mobil besar, atau mobil mewah.
Dahulu orang lebih banyak memilih berjalan kaki karena dapat menghemat biaya. Jalanan saat itu bukannya tidak ada, akan tetapi orang masih menganggap jalan kaki jauh lebih menguntungkan. Sementara renovasi jalan terus menerus dilakukan setiap tahunnya, memungkinkan kondisi jalanan yang semakin lama semakin bagus. Kemudian kebutuhan bertambah seiring dengan kondisi jalanan yang semakin rapih, alasannya adalah menciptakan arus transportasi yang aman, cepat dan efesien. Orang-orang mulai menaiki sepeda ontel. Dengan pertimbang terjangkau dan sekaligus dapat meningkatkan kebugaran fisik. Akan tetapi sepertinya manusia semakin hari semakin tidak mau lelah, dengan datangnya kendaraan umum atau pribadi akan membuat orang semakin mudah berpindah dari tempat satu ke tempat lainnya. Manusia menjadi malas untuk berjalan kaki atau naik sepeda, karena kendaraan umum semakin menambahkan jumlah armadanya. Secara otomatis pula kendaraan umum menjadi lebih efesien dan ekonomis.
Hingga saat ini kondisi jalan raya terus diperbaharui, dicor dan dilebarkan. Ya meskipun harus menunggu tahun pemilu yang calon lagislatifnya berkampanye soal pembangunan jalan. Saat jalanan sudah begitu aman, dan rapih seketika kebutuhkan kita bertambah lagi. Semula kita menilai bahwa angkot lebih ekonomis dan efesien, ternyata yang terjadi sekarang kendaraan roda dua seperti sepeda motor jauh lebih ekonomis dan efektif, untuk menyingkat waktu perjalanan dan menghemat anggaran. Orang ingin semakin cepat untuk sampai ke tempat tujuan meskipun Ia harus membayar payak, membeli bensi, kursus, dan biaya pembuatan surat izin mengemudi. Semurah-murahnya harga kendaraan pribadi saat ini, tidak semurah bersepeda ataupun jalan kaki. Akan tetapi kondisi jalan raya sudah memungkinkan manusia untuk bergerak cepat, sehingga mereka tidak bisa melambai di bahu jalan untuk menghentikan abang becak.
Kita sudah tidak bisa menemukan kendaraan seperti becak di Jakarta. Bahkan kendaraan tertentu di larang masuk ke jalan Sudirman. Banyak Bajaj yang mulai tidak beroprasi, karena ruang gerak mereka harus dibagi dengan ojol, Komuterline, dan MRT. Akan tetapi jalanan sudah sangat jelas memberikan perubahan gaya hidup yang berbeda dari sebelum-sebelumnya. Tidak mungkin kan kendaraan seperti telaktor diizinkan melewati jalan raya Margonda. Ya selain memang katanya dapat membahayakan, karena telaktor tidak memiliki kecepatan seperti kendaraan bermotor. Juga karena benda ini tidak dianggap sesuai dengan fungsi jalan raya tersebut. Jalan raya memang memilih kendaraannya sendiri, tentunya tergantung seberapa mulus dan rapihnya jalanan itu. Sekarang kendaraan apa yang Anda pilih untuk menjangkau sebuah tempat dengan aman, hemat, dan cepat? Jangan bilang sepeda motor sebagai jawabannya.
Muhamad Yus Yunus atau M. Yus Yunus Redaktur Website adakreatif.id |