Di Jalan: Siapa Cepat Dia Menang

Oleh M. Yus Yunus

Jalanan memang diperuntungkan untuk kebutuhan, transportasi yang serba cepat. Tidak hanya menunjang kebutuhan manusia untuk berpergian, berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Jalanan juga memberikan dampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi dan perubahan gaya hidup. Melalui jalanan, setidaknya ada banyak medioker yang menceritakan kembali pengalamannya melalui media sosial. Mulai dari ulah sejumlah warga yang kebut-kabutan di jalan, mobil ambulance yang menerobos lampu merah padahal mengangkut turis, sampai ulah pengendara Pakjarwo dan ENAMEX yang tampil arogan di jalan. Dalam tulisan ini sengaja nama produk dagang terkait diplesetkan.

Jalanan memang diperuntungkan untuk kebutuhan yang serba cepat, jadi tampak wajar jika pengguna jalan yang punya kendaraan strandar kalah dengan pengendara yang punya kendaraan cepat. Mungkin hari ini motar karbu metik sekelas Handro Bit keluaran tahun 2012 menjadi kendaraan terlampat yang masih banyak dimiliki dan beroprasi di Jabodetabek. Metik karbu yang sempat berjaya pada masanya meskipun tidak lama ini bisa kita dapatkan hanya dengan 12 Juta Rupiah kala itu. Sementara di tahun 2020an ini untuk mendapatkan kendaraan cepat dengan CC 150 Seperti YAMAMA ENAMEX Kita perlu mengeluarkan kocek yang tidak sedikit, bahkan nilainya hampir dua kali lipat harga Handro Bit Karbu yang mencapai sekitar dua puluh dua Juta Rupiah. Biaya yang cukup untuk mendapatkan pendidikan SI di Universitas yang dekat alun-alun Tangsel itu selama Delapan Semester.

Siapa cepat dia dapat, kurang lebih seperti itulah gambaran pengendara kita di jalanan hari ini. Jika anda lebih cepar dari pengendara lain sudah dipastikan anda menang. Begitu pula sebaliknya. Jika Anda lambat, maka anda harus siap untuk mengalah. Mungkin saja anda pernah mengalaminya, bagaimana rasanya diburu waktu untuk segera menuju kantor dan meletakan jari di alat pemindai sebelum pukul delapan pagi. Anda akan memacu sepeda roda dua yang anda punya dengan cepat. Anda juga membutuhkan kelincahan pinggul dan kekuatan tangan untuk melakukan beberapa manufer. Selain itu Anda juga membutuhkan konsentrasi yang tinggi agar tetap waspada dengan segala situasi di jalanan, dan memastikan kecepatan selalu terjaga. Tetapi ada satu hal yang tidak boleh anda abaikan, Anda bisa mendahului kendaraan lain bukan karena Anda cepat akan tetapi karena ada orang lain yang mengalah, dan membiarkan Anda untuk lewat.

Ingatlah bahwa jalan raya selalu dapat memunculkan sifat asli manusia. Orang yang biasa berprilaku sabar akan senantiasa menikmati waktu di jalanan, dan mengalah pada orang yang egois. Begitu pula sebaliknya, orang yang egois dan tidak memperdulikan orang lain akan merasa leluasa untuk memacu kecepatannya. Jauh Ia fokus dalam mengendarai roda duanya, maka tidak ada kemungkinan buruk terjadi. Kecuali terkena tilang oleh bapak polisi atau memang sedang apes akibat kondisi jalan yang buruk. Ini seperti 'Yin' dan 'Yang' di jalan raya. Mereka adalah bentuk keseimbangan. Jika semua orang taat dan tidak egois di jalan raya, mungkin orang yang terlambat pergi ke kantor tidak akan pernah punya kesempatan untuk memburu waktu. Dan jika di jalan raya tidak ada orang yang penyabar, dan mau mengalah, mungkin Jalan Raya Pondok Cabai, Ciputat, Gaplek, Cinere, atau Limo akan dipadati oleh orang-orang pemarah. Mungkin setiap sudut pinggiran kota ini banyak kita jumpai adegan perkelahian, atau adu mulut penuh kata-kata mutiara yang tidak berkesudahan. Untungnya dua sifat 'Yin' dan 'Yang' ini ada di jalanan kita sampai saat ini. Keduanya menjadi penyeimbang, antara Si Pengalah dan Si Ugal-ugalan.

Transportasi cepat, tidak selamanya tepat. Bisa jadi kenapa kita membutuhkan transportasi cepat bukan karena sebuah kebutuhan melainkan kemalasan. Sebelumnya mungkin kita sering membeli gorengan di depan gang rumah untuk di jadikan menu sarapan, menemani teh dan kopi. Untuk datang dan membelinya kita bisa berjalan kaki beralaskan sandal jepit. Namun siapa sangka berkat adanya kendaraan jarak yang paling-paling kurang dari 100 M, kini kita tempuh dengan sepeda motor hanya untuk membeli gorengan. Ini memberikan gambaran bahwa cepat itu tidak memang tidak murah, dan kita harus membayar mahal dengan kebiasaan malas yang telah terbentuk itu.

Semakin cepat sarana transportasi, semakin malas pula kita dalam membuat persiapan, kurang Lebihnya seperti itulah masalah yang sangat akrab di bibir dan telinga orang Indonesia saat ini. Bukan suatu yang aneh jika kita mendapati rekan, saudara, kerabat, sanak famili, datang terlambat ke sebuah acara. Terlambat bukan barang yang asing bagi anak tongkrongan, terutama bagi mereraka yang akrab dengan istilah OTW melalui pesan whatsapp. Banyak Medioker yang menjadikan hal tersebut sebagai konten mereka di media sosial, sekalipun mereka berharap konten itu menjadi tranding akibat kemudahan internet yang serba cepat. Namun sayangnya hal tersebut tidak merubah apa-apa selain mengakui bahwa 'terlambat' menghadiri sebuah jamuan duniawi yang serba cepat ini adalah hal biasa.

Jalanan hari ini tidak benar-benar cepat, bukan hanya karena adanya polisi tidur yang dibuat untuk mengatur kecepatan alat transportasi. Namun kehadiran tranportasi spesial seperti Comuterline, MRT, Bus Trans dan lain sebagainya, diciptakan berkat adanya politik yang sempat macet. Semua konsep alat transportasi yang sekarang ada tidak semerta-merta cepat terealisasi. Agar terealisasi cepat, pihak-pihak tertentu perlu melakukan birokrasi yang cepat. Akan tetapi politik tidak secepat itu berjalan. Dan sayangnya sejumlah transportasi masal yang dibuat dengan jalan politik, tidak sepenuhnya menjawab kebutuhkan yang serba cepat dan efesien dari segi apapun. Kecuali lebih murah dari transportasi umum yang dibuat tanpa jalur kekuasaan politik, dan pelaksanaan janji-janji kampanye.

Apa yang katanya impian membangun saranan transportasi umum yang cepat dan murah, nyatanya realitas hari ini bertranspotrasi dengan kendaraan pribadi seperti motor jauh lebih murah. Katakanlah jika seorang mahasiswa ingin membeli buku di Blok M, dari Cinere la harus naik angkutan terlebih dahulu untuk menuju Lebak Bulus atau Pondok Labu. Kira-kira mahasiswa tersebut harus membayar sebesar 10.000 Rupiah sampai di Lebak Bulus atau Pondok Labu. la kemudian naik MRT menuju Blok M, mahasiswa tersebut harus mengeluarkan kocek sebesar 7000 Rupiah. Hitungan ini kemudian kita jumlahkan dengan nominal yang sama saat pulang ke rumah, karena Si Mahasiswa pastilah menaiki kendaraan yang sama untuk pulang ke rumahnya. Jadi kurang lebih Si Mahasiswa tadi harus mengeluarkan uang untuk transportasi sebesar 34.000 Rupiah.

Dan hitungan di atas, menemukan fakta bahwa menggunakan kendaraan pribadi seperti sepeda motor jauh lebih murah. Jika mahasiswa tadi harus mengeluarkan uang sebesar 34.000 Rupiah hanya untuk membayar biaya transportasi membeli buku di Blok M, maka dengan sepeda motor kita cukup mengeluarkan uang senilai 20.000 Rupiah untuk membeli 2 liter bensin pertalite yang dapat digunakan selama 4 hari. Sehingga uang tadi masih tersisa 14.000 Rupiah, lumayan untuk membeli teh tarik, dan gorengan di warkop mamang Tasik. Jadi kalau setiap tahun jumlah kendaraan pribadi bertambah semakin banyak itu sudah merupakan buah dari kegagalan kita dalam mengurus pengetahuan, perekonomian, dan Jalanan. Jika MRT atau Comuterline menawarkat tiket yang murah, lalu kenapa DP untuk kredit kendaraan pribadi di tahun-tahun ini jauh lebih murah dari tahun yang sebelumnya?

Kendaraan seperti sepeda motor hari ini memang mahal ketimbang tahun 2012. Akan tetapi DP-nya kelewat murah. Untuk harga motor ENAMEX yang dua kali lipat harga Handro Bit, angsuran 500.000 Rupiah adalah suatu hal yang sangat murah. Padahal di tahun 2012 untuk mengkredit motor sekelas Handro Bit atau Meo, pembeli harus membayar DP minimal 2 juta. Itupun kalau lolos lesing. Tentunya ini bukan main-main, karena DP murah bisa berarti segalanya. Visi misi angkutan umum sebagai sarana transportasi pilihan bisa gagal. Adanya DP murah ini memang memudahkan rakyat untuk memiliki kendaraan pribadi yang cepat, dan murah seperti sepeda motor. Namun lagi-lagi urusan perut memang tidak bisa ditoleransi. Mereka yang menyebarkan flayer, yang bekerja di pabrik, yang mengangkut sepeda motor di atas truk, dan mereka yang menjualnya di sorum-sorum resmi ataupun tidak resemi, pastilah karena urusan perut mereka.

Saranan transportasi kita sejauh ini memang ditentukan dengan adanya kekuatan politik. Namun mudah-mudahan kedepan, sarana transportasi yang dibangun nanti tidak hanya sekedar pengadaan visi dan misi saat kampanye saja, tetapi suatu konsep yang ideal. Di mana konsep tersebut menjawab semua kebutuhan, tidak hanya kebutuhan akses cepat tetapi juga murah, aman, dan ramah lingkungan. Lebih lajut kebiasaan, prilaku, dan kebutuhan manusia akan mengikutinya sebagai mana teori perubahan merumuskannya.



M. Yus Yunus
Muhamad Yus Yunus atau M. Yus Yunus
Redaktur Website adakreatif.id

Lebih baru Lebih lama