Mencecap Sari Puisi Tagore

Oleh Angin Kamajaya

Rabindranath Tagore lahir di Calcuta, India pada tahun 1861 dan meninggal tahun 1941. Ia berasal dari keluarga yang mencintai seni dan berkecukupan secara ekonomi sehingga menjadikannya akrab dengan puisi-puisi Persia dan India. Pada tahun 1877, Tagore pernah tinggal dan bersekolah di Inggris mengambil jurusan hukum, namun tidak selesai. Akhirnya, ia kembali ke India untuk mengurus tanah milik orang tuanya.

Rabindranath Tagore pernah mengalami kesulitan ekonomi di masa mudanya. Dalam kondisi seperti itu, ia mendirikan sekolah khusus laki-laki, Shanti-Niketan karena rasa cintanya yang besar terhadap seni puisi dan kehidupan. Hal tersebut membuat Tagore harus banyak membagi waktu antara mengajar, menulis, dan menerjemahkan. 

Sumbangsih Rabindranath Tagore dalam dunia kesusastraan, antara lain, menulis kurang lebih 50 naskah drama, 40 buku kumpulan cerpen dan roman, 100 buku kumpulan puisi, serta buku-buku esai dan filsafat. Sekitar 12 karyanya telah diterbitkan dalam bahasa Indonesia, termasuk kumpulan puisi religius Gitanyali (Pustaka Dian Rakyat, Edisi Revisi 1995).

Gitanyali merupakan salah satu kumpulan puisi Rabindranath Tagore yang dianggap sebagai karya puncak atau masterpiece dalam jejak kepenyairannya. Pada tahun 1913, Tagore menerima hadiah Nobel untuk bidang kesusastraan (Nobel Award of Literature). Kemudian, Tagore menerima gelar kebangsawanan, Sir dari kerajaan Inggris pada tahun 1915. 

Memahami Puisi-Puisi Rabindranath Tagore

Memahami Rabindranath Tagore dapat disebut juga dengan memaknai kehidupan. Secara umum, puisi-puisi Tagore banyak menyampaikan bagaimana mencintai hidup dan kehidupan. Misalnya, pada puisi Gitanjali yang membuatnya mendapatkan Nobel. Tagore banyak menyampaikan pesan mengenai hidup, ketuhananan, cinta kepada Tuhan, cinta kepada kehidupan, dan juga semacam spiritualisme. 

Puisi yang ditulis oleh Rabindranath Tagore tidak terikat pada satu bentuk tertentu. Terkadang, ia menggunakan bentuk klasik yang berima dan bermatra ketat, tetapi di waktu tertentu juga menggunakan gaya bebas, terutama ketika menulis puisi dalam bahasa Inggris. Gaya penulisannya banyak dipengaruhi oleh gaya penulisan para resi pujangga India, salah satunya Vyasa yang menulis Upanisad, khususnya dalam hal menyampaikan pesan yang bersifat kebatinan, mistis, dan sufis.

Terdapat ciri khas dari bentuk penulisan puisi Rabindranath Tagore, terutama dalam penggunaan baris. Misalnya, puisi-puisi Tagore yang berbahasa Inggris tidak terikat pada baris. Dalam beberapa puisi juga, pola enjabement antar baris atau pemotongan kalimat tampak sesuka hati tanpa memikirkan keberadaan tanda baca dan unsur bunyi akhir diujung kalimat yang dipotong atau terpotong kertas. Hal ini dapat terjadi karena puisi ditulis dalam bahasa Bengali, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris ataupun sebaliknya. Misalnya dalam puisi berikut. 

Gambar di samping merupakan salinan bentuk penulisan puisi Rabindranath Tagore dalam bahasa Inggris arkaik dari buku Gitanjali terbitan tahun 1915. 

THOU hast made me endless, such is thy pleasure. This frail vessel thou emptiest again and again, and fillest it ever with fresh life.

This little flute of a reed thou hast carried over hills and dales, and hast breathed through it melodies eternally new.

At the immortal touch of thy hands my little heart loses its limits in joy and gives birth to utterance ineffable.

Thy infinite gifts come to me only on these very small hands of mine. Ages pass, and still thou pourest, and still there is room to fill.

Pada bagian awal buku tersebut disampaikan bahwa buku diterjemahkan oleh penulisnya sendiri, yaitu Tagore. Kemudian, berikut ini adalah terjemahan Anna Karenina,

Engkau menciptakan aku tanpa akhir, itulah kesenanganmu. Bejana yang lemah ini kau kosongkan lagi dan lagi, dan kau isi selamanya dengan kehidupan yang segar.

Seruling buluh yang kecil ini kau bawa melintasi perbukitan dan ngarai, dan bernapas melaluinya kau hembuskan melodi yang selalu baru.

Pada sentuhan abadi tanganmu hati kecilku kehilangan batasnya dalam keriangan dan melahirkan ungkapan yang tak terkatakan.

Pemberianmu yang tak terbatas datang padaku hanya dalam tanganku yang sangat kecil ini. Masa-masa berlalu, masih kau tuangkan, dan di sana masih ada ruang untuk diisi

Pada kedua bentuk puisi di atas, puisi yang berbahasa Inggris terlihat tidak menggunakan baris secara umum sebagai bentuk puisinya. Selain itu, tak tampak bunyi yang khas dari setiap akhir kata pada akhir kalimat atau bentuk bunyi yang sengaja dibuat berima. 

Begitu juga dengan penerjemah, Anna tampak tidak terlalu terikat pada bentuk akhir bunyi di setiap akhir tanda baca, atau di setiap akhir baris. Namun, Anna tampaknya membuat bentuk dua baris pada setiap baitnya. (pada bagian ini masih meragukan karena puisi ditemukan dari web alias tidak melihat langsung bentuk penulisan Anna dari buku).

Berikut bentuk puisi Gitanjali verse 1 dalam bahasa Bengali dan transliterasinya ke dalam huruf Latin.

আমারে তুমি অশেষ করেছ, এমনি লীলা তব-

ফুরায়ে ফেলে আবার ভরেছ জীবন নব নব।।

কত-যে গিরি কত-যে নদী-তীরে বেড়ালে বহি ছোটো এ বাঁশিটিরে, কত যে তান বাজালে ফিরে ফিরে কাহারে তাহা কৰ।।

তোমারি ওই অমৃতপরশে আমার হিয়াখানি হারালো সীমা বিপুল হরষে, উথলি উঠে বাণী।

আমার শুধু একটি মুঠি ভরি দিতেছ দান দিবস-বিভাবরী- হল না সারা, কত-না যুগ ধরি কেবলই আমি লব।।

Aamare tumi ashesh korechho, emoni lila tabo - Phuraye phele aabar bhorechho, jibano nabo nabo. Kato je giri kato je nodi-tire Berale bohi chhoto e bnaashitire, Kato je taan baajale phire phire Kaahare taaha kabo.

Tomari oi amritoparoshe aamar hiyakhaani Haaralo seema bipulo haroshe, uthali utthe baani. Aamar shudhu ekti mutthi bhori Ditechho daan dibaso-bibhabori Holo na saara kato na jug dhori Keboli aami labo.

Jika kita amati bentuk puisi Rabindranath Tagore dalam bahasa Bengali dan transliterasi bunyinya dalam bahasa Latin, kita dapat melihat, Tagore memainkan matra dan rima pada puisinya. Namun, ketika menerjemahkan ke dalam bahasa Inggris, ia menggunakan bentuk baru untuk puisinya sendiri.

Jadi, sejauh yang sudah disampaikan di atas dapat diketahui bahwa Tagore tidak terikat pada satu pola tertentu dalam bentuk puisinya. Ia lebih menyukai bentuk bebas dan mengeksplorasi bentuk atau format untuk puisi-puisinya. (Penyunting: Elis Susilawati)

Disarikan dari berbagai sumber oleh Angin Kamajaya untuk Semaan Puisi episode 2.


Lebih baru Lebih lama