Opini untuk Negeri dari Kursi Orang Kecil

Oleh Eko Wahyu Paratama

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan negara sebagai organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat. Tentunya pengertian yang semacam itu telah melalui banyak sekali revisi. Namun, pernahkah terbesit bagi “negara” itu sendiri menerjemahkan dirinya pada sesuatu yang ia kuasai? Atau negara minimal kulo nuwun lantas duduk bersama rakyat sambil menegaskan apakah dirinya. Pernakah?

Kalau memang belum, pantas saja kita-kita ini mengalami krisis identitas sebagai warga negara. Padahal identitas selalu manjur membikin kita mengenal langkah pembangunan. Nahasnya, pembangunan yang terjadi sering muncul tanpa adanya identifikasi yang memadai. Sehingga keterbelengguan semakin karib dengan rakyat kecil. Maunya membangun, malah tumbal berjatuhan dimana-mana.

Belum lagi para perwakilan yang menjalankan tugas “trias politika” menyelewengkan kuasa dan kewenangannya pada hal-hal yang menyangkut kepentingan golongan, bukan mengabdikan diri pada kepentingan umum (general will). Ini kan yo gak pas lah, bahasa kekiniannya tidak etis. 

Sebagai negara bangsa, sistem-sistem yang ada dan berjalan di Indonesia saya rasa sudah bagus, mengingat yang membuat sistem tersebut bukanlah orang sembarangan–kalau orang sembarangan macam saya ya ndak bakal berani mencalonkan diri menjadi bakal orang terpilih. Jadi, menurut hemat saya, tinggal identifikasi dan transparansinya saja yang perlu dipertajam. Sehingga sistem itu benar-benar berkuasa atas dirinya sendiri bukan berjalan atas selera penguasa. 

Kita membutuhkan negara, begitupun negara juga membutuhkan kita untuk menciptakan manusia indonesia seutuhnya demi kebaikan bersama. Maka negara harus getol mengkampanyekan dirinya. Negara harus blusukan untuk mensosialisasikan dirinya sehingga kita tidak miskin identitas. Lalu, siapakah negara?

Menyangkut yang politis, fungsi negara dijalankan oleh mereka yang mendapatkan kewenangan dan legitimasi. Merujuk pada yang demikian, maka sudah menjadi tugas bagi yang terpilihlah yang mengenalkan negara pada warga negara. Namun yang terjadi bukanlah demikian. Mereka yang terpilih malah enggan mengenalkan negara pada warga negara. Malahan, rakyat kecil lah yang getol mengenalkan negara pada mereka yang terpilih melalui ragam protes dan demonstrasi. Ini kan seperti guru matematika diajari penjumlahan 1+1=2 oleh muridnya sendiri tapi si guru menjawabnya dengan menutup sekolahan lantaran lebih berkuasa. 

Sebagai warga negara yang tercatat secara administratif, saya selalu merasa cemas akan hal-hal semacam itu, seperti ketika akan mengkritik mereka yang terpilih, di kepala saya selalu muncul ancaman undang-undang. Lah ini kan aneh, sekarang kita ingin menyuarakan pendapat kita, belum sampai di telinga mereka sudah terbegal kewarasan kita oleh undang-undang negara demokrasi ini. Walhasil kegelisahan tinggal hanya gelisah, anakmu sekarang banyak menanggung beban….. walah, piye to ki?


Kelahiran 1997

Pendidikan terakhir di SMKN Darul Ulum Muncar. Pegiat komunitas Daras Filsafat Muncar dan Selapanan Sastra. Juga sebagai pengurus Lesbumi Muncar. Pekerjaan wiraswasta. Menulis di blog pribadi: ilusidansugesti.blogspot.com

Dapat dihubungi melalui: WA (085339056554) IG (Weko_Wahtam)

Lebih baru Lebih lama