Tinggalkan Fomo, Produktivitas Remaja, Numero Uno

Oleh Isy Zatta Yumni Ramadani Darmawan

Sebagai generasi muda tentunya kita tidak asing dengan istilah-istilah gaul yang saat ini sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak jarang muncul istilah baru yang dianggap ‘trendi’ sehingga hampir semua kalangan menggunakan istilah baru tersebut. Istilah yang sering kita dengar saat ini yaitu FOMO, anti-mainstream, bucin, dan lain sebagainya. 

Kebiasaan mengikuti tren yang ada bahkan sampai takut ketinggalan hal-hal yang lagi nge-tren biasanya dikenal dengan istilah Fear of Missing Out atau dikenal dengan istilah FOMO. Kondisi ini dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti masuknya budaya luar, perkembangan teknologi yang begitu pesat, hingga media sosial yang saat ini dapat dijangkau oleh semua kalangan. 

Perkembangan dunia digital yang cukup signifikan membawa perubahan pada perilaku remaja hingga menimbulkan FOMO. Para remaja yang memiliki kebiasaan FOMO akan merasa ketakutan dan cemas jika tidak mengetahui hal-hal yang sedang nge-tren. Mereka memiliki keinginan sangat kuat untuk selalu terlibat pada semua tren yang hadir baik di media sosial maupun di masyarakat. 

Sejak beberapa tahun terakhir, apalagi sejak pandemi melanda, cukup banyak tren yang bermunculan terutama di media sosial. Tidak sedikit pula yang mengikuti tren tersebut dan membagikannya di akun media sosial pribadi. Tren-tren ini diikuti oleh berbagai kalangan mulai dari remaja, orang dewasa, bahkan anak-anak mengikuti tren yang tersebar bebas di media sosial. Bahkan tak jarang sampai memunculkan kebiasaan FOMO. 

Banyak dari tren tersebut yang kurang memiliki manfaat, namun tidak sedikit pula tren yang diikuti oleh remaja saat ini bermanfaat bagi sekitarnya.  Contohnya saja tren belajar daring saat pandemi. Hampir semua sistem pembelajaran dilakukan secara online. Tenaga pendidik serta siswa-siswinya menggunakan berbagai macam media online untuk melaksanakan pembelajaran seperti biasanya. Banyak pula tersebar di media sosial seperti, “Aplikasi yang wajib dimiliki oleh anak sekolah dan mahasiswa” atau “jenis laptop yang worth it untuk mengerjakan tugas.” Tren seperti ini dapat membantu tenaga pendidik serta siswa-siswinya dalam melaksanakan pembelajaran. 

Berbeda jika tren yang diikuti remaja saat ini tidak memberikan manfaat sama sekali bahkan merugikan sekitarnya. Ingat saat Tiktok Shop hadir menyaingi e-commerce di Indonesia? Hanya melalui keranjang kuning, semua orang dapat mengakses dan membeli barang hanya dengan sekali tekan. Tren Tiktok Shop ini membuat para remaja menjadi konsumtif dan kecanduan scrolling Tiktok Shop. Mereka dengan asyiknya checkout barang-barang di keranjang kuning. Bahkan Mereka tidak tahu akan bermanfaat atau tidak barang-barang yang telah dibeli itu. Pada akhirnya, barang-barang itu menumpuk saja di pojok ruangan. 

Kebiasaan FOMO ini akan memberikan dampak buruk bagi remaja seperti, stres hingga gangguan kesehatan mental. Mereka cenderung membandingkan kehidupan orang-orang di sekitarnya dengan kehidupannya sendiri. Merasa takut ‘tidak trendi’ dan merasa tertinggal oleh teman-teman sebaya, sehingga membuat mereka selalu menempatkan diri mereka pada standar yang tidak realistis. Haus akan validasi orang lain yang akan menimbulkan rasa tertekan untuk mengejar kesuksesan berdasarkan standar media sosial. Seharusnya remaja berfokus mengejar nilai-nilai, kewajiban, produktivitas, serta kontribusi positif kepada bangsa, dan negara. 

Dalam menghadapi tren saat ini dan tren yang akan datang, sudah sepatutnya para remaja memilah dan memilih tren yang ada. Mana yang dapat diikuti dan memberikan manfaat, mana yang sebaiknya tidak diikuti dan dilewatkan saja. Kebiasaan ikut-ikutan tanpa memilah dan memilih dapat berpengaruh pada kehidupan remaja seperti penurunan produktivitas pada remaja, menghambat proses pencarian jati diri karena terlalu berfokus untuk mencari validasi orang lain, dan terus mengikuti arus kehidupan berdasarkan standar mayoritas bukan karena nilai-nilai yang ada di dalam diri. 

Sebagai remaja yang akan meneruskan masa depan negara ini, tentunya harus memiliki batasan tertentu di antara tren yang ada. Menentukan tujuan serta tetap berpendirian teguh, sehingga remaja dapat tetap fokus dalam mengembangkan diri menjadi pribadi yang bermanfaat bagi masyarakat, dan negara. 

Hal tersebut dapat dimulai dengan refleksi diri, merenungkan apakah sebuah tren harus diikuti atau tidak. Apakah sebuah tren tersebut penting bagi diri sendiri atau apakah tren tersebut merugikan atau tidak. Dengan memprioritaskan nilai-nilai dan tujuan yang lebih besar bagi masa depan mereka, keluarga, agama, dan negara remaja dapat memiliki pondasi yang kuat, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh tren yang hadir saat ini, dan pada kehidupan yang akan datang. 

Selain itu, dukungan pihak-pihak lain seperti keluarga, lembaga pendidikan, pemerintah, serta masyarakat dalam memberikan edukasi FOMO pada remaja dapat membantu menciptakan generasi muda yang berpikiran kritis, berpendirian teguh tidak hanya sekadar ikut-ikutan saja, menjadi pribadi yang mandiri, dan produktif. Melalui pemahaman serta dukungan yang tepat, remaja dapat memiliki pegangan yang kuat, sehingga dapat berkontribusi secara positif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 




Isy Zatta Yumni Ramadani Darmawan

Mahasiswi Sekolah Tinggi Multi Media Yogyakarta Prodi  Manajemen Produksi Berita.

Lebih baru Lebih lama