Oleh Mustofa W. Hasyim
POHON POHON YANG WARAS
Meski badai dan kemarau ganas sampai
mengaduk dan membakar daun dan bunga
batang dan akar nyaris hangus
pohon pohon tetap bertahan
sebagai pohon
apa adanya
murni
tanpa merasa sebagai pahlawan.
Mereka sadar dengan tetap menjadi pohon
yang waras dan tegas
mereka bisa melanjutkan perjalanan waktu
dengan selamat.
Pohon jati selamat sebagai pohon jati
selama mau menjadi pohon jati mengrluarkan daun jati bungs jati dan buah jati
Pohon bambu selamat sebagai pohon bambu
selama mengekuarkan daun bambu dan batang bambu
Pohon kelapa selamat sebagai pohon kelapa
selama masih mau menumbuhkan daun kelapa bunga kelapa dam buah kelapa
Pohon mangga selamat sebagai pohon mangga selama masih bersedia menumbuhkan daun mangga bunga mangga dan buah mangga
Pohon jambu selamat sebagai pohon jambu selama masih mau mengeluarkan daun jambu bunga jambu dan buah bambu.
Demikian juga pohon yang lain
Pohon nangka, pohon sukun, pohon kluwih, pohon durian, pohon aren, pohon gadung uwi gembili gembolo garut ganyong tales cantel otek jagung timun kacang gleyor kacang brol pace semangka waluh bligo trememes pare kelor sirsat lerak randu jeruk jati salam duwet kepel tledung nyamplung pinang jenu kembang sepatu cocor banyu cocor bebek krokot patiin patian kemukus lenglengan inggu kemenyan dlingo bengle kunir asem kencur jahe kunci temulawak temuireng mlandingan murbei sanggalangit leteng ceplukan jaranan suruh senthe rumput aneka rumput beringin kemuning nagasari sawo kantil kenanga telasih kemboja jarak sembukan turi soka timoho kleco benda kates beji tom pule pisang talok tanjung semua semua yang masih asli menjaga kemurnian diri daun bunga buah akar dan keturunannya akan selamat dan bisa menjaga keselamtan bumi.
Ketika pohon pohon waras ini ditanya kenapa tidak mau berubah dan berubah ubah pendirian misalnys kenapa tidak mau berubah menjadi hewan?
Jawabnya,"Kami cukup percaya diri sebagai pohon yang pohon."
"Tidak mau tergoda menjadi manusia?"
Mereka tertawa sehingga seluruh muka bumi dupenuhi suara tawa mereka.
"Kenapa tidak mau menjadi manusia?"
"Kami merasa cukup waras menjadi pohon merasa tidak cukup waras menjadi manusia yang kepada kata katanya sendiri mereka tidak percaya dan tidak bisa dipercaya."
"Wah kalian pohon pohon kurang ajar berani menghina manusia!" Makiku.
Pohon pohon itu kembali tertawa lalu menangis.
"Maafkan maafkan kami dianggap melampaui batas. Sebagai pohon yang waras kami ingin selalu berkata apa adanya. Dengan menggunakan bahasa pohon yang sederhana."
Aku hampir pingsan mendengar kata kata pohon yang waras itu.
Aku merasa kalah, tidak waras dan hina dibanding kemulian pohon pohon yang waras dan rendah hati ini.
29 Januari 2024
Mustofa W Hasyim, kelahiran 17 November 1954. Sewaktu di sekolah menengah belajar menulis puisi secara intensif. Di Persada Studi Klub Malioboro yang diasuh Umbu Landu Paranggi. Kemudian menjadi wartawan budaya koran dan majalah. Puisinya dimuat di media Jakarta, Semarang, Surabaya, dan Yogyakarta. Kumpulan puisinya sebanyak 10, kumpulan geguritan sebanyak 3. Kumpulan puisi terakhir berjudul Perang yang Damai, diterbitkan Interlude Yogyakarta.