Cerpen: Kaos Panda

Oleh M. Yus Yunus

Di ruang kemar menjelang malam, Ia kembali menatap layar ponselnya dengan penuh harapan. Kalimat penuh amarah dan umpatan itu masih melayang-layang dipikirannya, mempertanyakan kesabaran, dan keikhlasan yang selama ini telah Ia bangun untuk kekasihnya. Akan tetapi sebagai seorang laki-laki, Vigge meniscayakan kebahagian kekasihnya sebagai representasi dari kebahagiaannya sendiri. Namun kenyataanya saat ini malah sebaliknya. Melalui kesalahannya, amarah, dan kalimat-kalimat pedas dari kekasihnya itu meruntuhkan harapannya. Harapan untuk membuat orang terkasih selalu bahagia dan senang berada dengannya. 

Dalam keadaan seperti ini seorang Vigge selalu berharap pesan-pesannya segera dibalas oleh kekasihnya, walaupun Ia kerap bingung ingin membalas apa. Ia sudah kehabisan banyak kata untuk senantiasa mengulang kalimat penuh kebodohan yang berbunyi, "Aku minta maaf". Namun apa boleh buat, Ia harus segera melakukan tindakan selain dengan kata-kata. Tetapi selain keinginan untuk menemui Shera kekasihnya itu, Ia bingung harus mulai dari mana lagi setelahnya. Yang jelas Viggie selalu berharap semua keadaan akan kembali seperti sedia kala, dan baik-baik saja. Apalagi pertengkaran sudah masuk hari ketiga, sebuah durasi pertengkarang yang konon katanya tidak disukai oleh Tuhan.

Ia teringat dengan gosip yang dibuat oleh rekan-rekannya dahulu. Banyak orang yang menduga jikalau hubungan sejoli ini tidak akan berlangsung lama. Dan apalagi orang-orang menduga jika hubungan tersebut hanyalah pelampiasan euforia belaka. Sebab waktu pendakatannya diketahui cukup singkat. Gosip-gosip itu terbang kesana-kemari, hinggap dari telinga dan mulut-mulut rekan sebaya. Mereka menduga jika hubungan ini terjadi akibat keduanya saling memanfaatkan momentum untuk merubah citra jomblo sejati. Apalagi sudah sedari lama orang-orang mengetahui kalau keduanya telah lama sendiri. Namun kali ini gosip itu mulai mengancam pikirannya. Apakah benar hubungan ini akan berakhir? Ia bertanya dalam hati.

Tidak ada lagi yang dapat Ia lakukan saat itu selain membuat diri terjaga, lalu terus mengirim pesan, dan menunggu balasan. Meskipun balasan itu berisi kalimat-kalimat setajam pedang membelah dadanya. Shera merasa Vigge tidak pernah perhatian kepadanya. Mungkin semua laki-laki tidak pernah bisa menjadi yang paling perhatian untuk orang yang dicintainya. Atau mungkin sifat semacam itu hanya dimiliki oleh Vigge seorang saja, sementara laki-laki lain tidak. Itu kenapa kekasihnya marah sehebat itu. Atau mungkin sebaliknya. Tentu saja itu sebuah pukulan yang teramat besar untuk dirinya. Sehingga gosip lama kembali mengingatkan, apakah hubungan ini berakhir?

***
Vigge teringat dengan sebuah cerita. Dahulu Ia pernah tidak berpikir jikalau keluarganya tidak baik-baik saja. Ia mungkin tidak pernah menyangka, pertengkaran antara kedua orang tuanya yang dahulu pernah Ia saksikan sewaktu kecil memberikan gambaran bahwa cinta itu bukanlah barang yang sederhana. Tapi kemudian Ibunya bercerita dengan perasaan teramat perih. Bagaimana kurang perhatiannya Si Bapak kepada istrinya. 

"Bapakmu tak pernah mengerti perasaan Ibumu! Niat hati berandai-andai memiliki mobil mewah, agar hidup punya harapan kebahagiaan, meskipun itu semua cuma mimpi. Tapi Bapakmu malah dengan entengnya menjawab "harta tidak dibawa mati". Boro-boro main ke Ancol, ke minimarket saja Bapakmu suruh Ibu untuk berhemat."  

Saat itu Vigge tidak tahu apa-apa tentang cinta dan segala tetebengek-nya. Yang Ia tahu saat itu adalah bagaimana citra Sang Bapak kepada Ibunya. Diam-diam Ia menyimpan benci kepada Bapaknya sendiri. Rasa benci itu berdetak dari dadanya, dan mengalir bersama darah keseluruh penjuru tubuh. Vigge merasa sedih melihat Ibunya yang semakin hari, semakin tua. Seketika itu pula, kebenciannya kepada Sang Bapak yang tidak pernah sakit atau entah kapan akan tutup usia itu terus membara.

Ia kemudian mencerna cerita Ibunya sebagai seseuatu yang tidak layak untuk dicontoh, tidak boleh sampai terjadi di kehidupannya, dan menjadi barang yang benar-benar harus dijauhninya agar istrinya kelak tidak semenderita Ibunya. Vigge telah berjanji kepada dirinya sendiri bahwa kebahagiaan orang terkasih adalah tujuan utama ketika nanti telah berumah tangga. Akan tetapi ada sesuatu yang belum Ia ketahui, bahwa ego adalah sifat yang mungkin sulit dikuasi oleh semua manusia.

***
Bunyi ponsel kembali membuat layar bercahaya, diusapnya layar itu dan sebuah pesan terbaca. Kini Shera tidak lagi berbicara berparagraf-paragraf, seketika itu juga Vigge tahu bahwa mungkin kekasihnya sudah sangat muak dan lelah. Akan tetapi seorang laki-laki tidak boleh lengah untuk membuktikan kepada pasangannya bahwa setiap insan pasti dapat berubah. 

Vigge terus membalas pesan itu, meskipun dijawab ala kadarnya. Ia tidak ingin membuat kesalahan kembali meskipun hanya sekedar luput untuk membalas kata-kata. Pesan dari kekasihnya dijawab semakin waktu semakin lama oleh Shera. Menandakan bahwa pertengkaran itu membakar energi yang cukup banyak. Akan tetapi Vigge terus terjaga dan membalasnya. Hingga ponsel itu berhenti berdering di tengah gelap malam yang pengap.

Tanpa sengaja, di bawah lampu temaran sebuah logam di jari manisnya memantulkan sebuah cahaya. Benda itu adalah simbol tali kasih yang mengikat perasaan keduanya. Sekaligus pula menguatkan kembali bahwa mereka berdua adalah sejoli yang telah banyak melewati berbagai konflik dan masalah, dua insan yang telah mematangkan diri untuk menuju hari depan. Mereka sudah khatam dengan konflik kecemburuan, kesibukan yang menyita banyak waktu, jarak yang dapat ditempuh sekali dalam seminggu, dan mungkin ada banyak lagi konflik yang sudah terlanjur dilupakan. Akan tetapi selain dapat menguatkan diri, kisah tersebut terang-terangan menunjukan bahwa laki-laki seperti Vigge adalah pria pikun yang terus mengulang masalah. Lupa untuk menunjukan seberapa perhatiannya kepada Shera, meskipun hanya sekedar memberikan kabar di tengah kesibukan. Seketika itu pula gosip lama menghantuinya kembali, akankah hubungan ini berakhir kali ini? ucapnya dalam hati.

***
Hari itu adalah hari yang tidak pernah Vigge bayangkan sebelumnya, begitu pula dengan gadis itu. Shera nampak seperti namanya dalam bahasa Persia yang memiliki arti kesayanagan, murah hati, dan lembut. Selepas acara itu berlangsung sesuatu memberikan alasan untuk membuat mereka kembali saling bicara. Pada sebuah acara di malam itu, kaos yang dikenakan Vigge robek akibat tersangkut paku yang menancap di tembok. Sebagai panitia acara Vigge tidak mungkin meninggalkan tempat itu hanya untuk sekedar mengambil baju ganti di rumah. Vigge kemudian meminta tolong kepada rekan-rekannya, dan siapa saja yang membawa baju ganti. Secara sepontan Shera menyerahkan sepotong kaos bergambar panda miliknya untuk dipinjamkan kepada lelaki dungu itu. 

Orang tidak ada yang menduka jika kejadian tersebut akan menjadi titik awal kisah mereka berdua. Namun siapa sangka, sepanjang malam saat memimpin acara Vigge selalu terpancing untuk melihat ke arah pemilik lesung pipit merah jambu itu. Sekali dua kali kesempatan, pria penasan itu merasa tenang setelah berhasil menemukan keberadaan Shera. Namu kali ketiga dan keempat, pria dungku itu mulai gelisah mana kala Shera tidak dapat lihatnya. 

Di dalam keramaian gambar panda yang menempel di depan kaos itu terus mengganggunya. Beberapa kali Vigge melihat orang-orang lewat di depannya sambil menutup gigi mereka. Sementara pria malang yang baru saja kehilangan objek penting untuk dipandang itu mulai gelisah mencari keberadaan Shera. Ia masih belum sadar akan perasaannya itu, namun Ia mengetahui bahwa perjumpaannya dengan gadis itu tidak akan bertahan lebih lama lagi. Karena begitu acara usai, maka mereka akan sulit bertemu. Sementara Vigge tidak tahu bagaimana cara berterima kasih dan mengembalikan baju bergambar panda itu nanti.

Acara konser musik itu merupakan acara amal yang dibuat oleh Vigge dan timnya. Namun beberapa divisi membutuhkan tenaga tambahan, hingga akhirnya mereka membuka pendaftaran untuk tenaga volunteer. Dari sekian banyak volunteer itu salah sataunya adalah Shera yang meminjamkan kaos bergambar panda kepada Viggie. Meskipun dalam pikirannya bertanya-tenya, kenapa dengan mudah orang sebaik itu memberikan pertolongan kepadanya, namun pertanyaan yang paling penting adalah bagaimana cara mengembalikannya?

****

Vigge hampir tertidur dalam gelap yang terus memakan hari. Entah kebahagiaan atau kesedihan yang tengah dirasakannya. Mengingat hal manis dari masalalu yang indah saat pertama kali jatuh cinta kepada Shera adalah bagian ternikmat dalam merayakan kesedihan di tengah konflik hubungan. Dadanya terasa perih sesaat setelah Ia sadar bahwa keduanya sedang bertengkar dan tengah dibayangi ancaman.

Ponsel itu benar-benar telah berhenti menyala. Bukan karena telah mati kehabisan baterai, namun memang malam yang sunyi tidak memberika harapan apa-apa lagi selain beristirahat dan melupakan kejadian pahit yang pernah dialaminya itu sejenak, meskipun pada akhirnya hari yang baru akan sanggup mengingatkan kembali betapa perih hati yang ditinggal pergi.

Vigge menggelengkan kepalanya, berharap semua akan baik-baik saja. Ia harus mampu merubah gosip menjadi kekuatannya. Akan tetapi bagaimana dengan Shera, apakah Ia juga berpikiran yang sama? Atau mungkin gadis itu telah membuang cincin pada jari manisnya ke halaman rumah, lalu terlelap dan berusaha menjadi orang yang baru untuk kehidupannya sendiri. Benarkah gosip itu akan terjadi?

****

Ternyata apa yang dikhawatirkan Vigge tidaklah terjadi. Ia bisa mengembalikan baju bergambar panda itu kapan saja, asalkan Ia berani berbicara dan sudi mengembalikannya.

Melalui sebuah pesan sederhana keduanya saling mengobrol. Dalih ingin mengembalikan baju bergambar panda, Vigge diam-diam memiliki maksud yang lain. Maksud yang dibuatnya dadakan tanpa direncanakan sebelumnya. Hingga akhirnya baju bergambar panda itu tidak pernah dikembalikan.

Kini Vigge dan Shera saling akrab dalam pesan whatsapp. Tanpa mereka tahu jika gosip telah menyebar kesegala penjuru. Banyak orang yang tidak menduga jika keduanya akan sedekat itu. Tahu-tahu dari yang hanya sekedar berbalas pesan kini mulai berbalas perhatian, dan entah sejak kapan kata-kata cinta mulai diucapkan oleh keduanya. Yang jelas menurut semua orang hubungan keduanya terlalu dekat dengan cara yang singkat.

Banyak yang berpendapat bahwa menjalin hubungan dengan waktu pendekatan yang singkat tidak akan bertahan lama. Karena menurut mereka jatuh cinta terhadap segala sesuatu itu perlu pengalaman yang panjang, tidak hanya sekedar tahu tetapi juga memahami. Dalam maksud lain adalah bahwa cinta itu barang yang rumit, tidak mudah, sederhana, dan apalagi singkat. Namun nyatanya mereka salah.

Jatuh cinta memang hal yang sangat mudah dan sederhana, namun akhirnya menjadi sulit dan rumit ketika ingin terus mempertahankannya. Apalagi gosip-gosip itu terus menghantui keduanya mana kala hubungan sedang diterpa topan. Namun keduanya saling berjanji bahwa gosip dapat dijadikan sebuah kekuatan untuk terus melanjutkan hubungan, karena yang terpenting adalah keduanya saling menanamkan pikiran bahwa gosip buruk itu tidak akan pernah terjadi. Maklum saja bagi sejoli yang sedang anget-anget-nya mengatakan hal seperti itu adalah hal yang biasa, kecuali ketika mereka dihadapkan dalam situasi untuk membuktikannya.

****
Bunyi ponsel berdering beberapa kali, seketika Vigge terbangun dari tidurnya. Didapati hari telah menerbitkan matahari yang melesatkan cahaya di  balik jendela kaca. Ia tidak sadar kapan matanya mulai tertutup saat malam itu. Ia juga tidak memerdulikan matanya yang masih mengantuk. Mata yang merah perih itu terbuka, dibacanya sebuah pesan dari Shera yang membuat dadanya bak bedug berbunyi saat magrib di bulan puasa.

"Vigge, sejujurnya aku masih sangat menyayangimu. Dan aku tahu kau juga sangat menyayangiku. Selain itu aku juga sangat rindu kepadamu. Aku meminta maaf atas kata-kata kasarku semalam dan beberapa hari yang lalu. Gara-gara pertengkaran ini banyak waktu yang telah kita sia-siakan. Aku belum melepaskan cicin itu."

Pria dungu itu akhirnya lega dengan pesan yang baru dibacanya. Namun tahu-tahu beberapa pesan kembali muncul setelahnya. Dadanya kembali berdetak kencang.

"Aku tahu marah-marah dan berkata kasar bukanlah hal yang baik, akan tetapi aku kesal kepadamu karena kau terus mengulang kesalahan yang sama. Padahal aku hanya ingin perhatianmu."

Vigge mulai memikirkan kata untuk menjawab semua pesan itu. Ia tetap waspada dan tidak boleh salah bicara. Karena nasib hubungan itu ada dalam setiap kata-katanya. Namun satu pesan kembali masuk, menunggu untuk dibaca.

"Aku teringat dengan gosip itu. Dan aku sangat takut jika harus kehilangan dirimu, tapi apa hal yang ingin kamu perbuat agar aku melupakan kesalahamu?"

M. Yus Yunus
Muhamad Yus Yunus atau M. Yus Yunus
Redaktur Website adakreatif.id

Lebih baru Lebih lama