Di Sudut Jalan Saat Ramadan

Oleh M. Yus Yunus

Sama seperti ramadan tahun sebelumnya, penampakan manusia di jalan raya saat bulan ramadan adalah hal yang berbeda dari hari-hari biasa. Ramadan memang bulan yang spesial, bulan yang penuh dengan keberkahan. Pada bulan ini kita banyak mendapati orang-orang baik yang dengan suka rela membagikan makanan di jalan-jalan atau di masjid-masjid, bahkan sampai ke rumah-rumah singgah seperti panti asuhan. Di bulan ini pula kita dapati aya-ayat suci dilantunkan melalui pengeras suara hingga menggemakan langit.

Sekolah-sekolah pun ikut mengkidmatkan bulan suci ini dengan berbagai macam kegiatan. Mereka mungkin masuk setengah hari, namun dalam waktu yang singkat setiap lima hari dalam tiga minggu mereka melangsungkan kegiatan yang disebut sanlat ramadan. Anak-anak diajarkan mengenal Al-Quran, berbagi dengan sesama melalui acara buka bersama dan baksos. Akan tetapi kita mungkin akan paham tentang apa yang kita lakukan selama di sekolah setelah lulus.

Mungkin kita tidak pernah memperhatikan kondisi jalan raya saat memasuki bulan ramadan. Padahal jalanan adalah wajah pendidikan yang paling mudah untuk dibaca. Namun sepertinya ramadan sebagai bulan di mana setiap muslim belajar mengendalikan diri tidak menghasilkan lulusan muslimin dan muslimat yang istiqomah. Kemacetan akibat egoisme masih kerap terjadi, pengendara yang menerobos rambu-rambu lalu lintas masih tetap ada hingga kini. Malah lucunya banyak pengendara yang berhenti membelakangi rambu-rambu saat lampu menyala merah. 

Ramadan dan segala kesemrawutan kota bercampur aduk. Hingga tidak terlihat apa yang spesial di bulan ini selain rahmat dari Yang Maha Penyayang. Orang-orang beribadah di masjid, namun kondisi jalan raya tidak nampak sepi malahan justru sebaliknya. Alun-alun kota justru terlihat semakin ramai mengalahkan masjid. Anak-anak masih suka begadang sambil bermain game menunggu waktu sahur tanpa berpikir untuk menyentuk kitab suci mereka. Meskipun begitu bulan ramadan tetaplah bulan yang spesial. Meskipun banyak terjadi penyimbangan sosial yang dilakukan oleh orang muslim itu sendiri. 

Di minggu pertama anak-anak berlarian kesana-kemari, wajahnya nampak riang menyambut salat terawih yang sebentar lagi akan dilakoninya. Mereka tertawa haha-hihi sambil menyambut rekan sebaya yang juga hadir di masjid itu. Selepas salat terawih berjamaah mereka sibuk membuat catatan untuk disetorkan kepada guru di sekolah. Tanpa mereka tahu bahwa catatan para malaikat jauh lebih lengkap daripada catatan ibadah seorang anak sekolah dasar. 

Berbeda dengan anak-anak, para remaja atau kaula muda akan mulai menghilang dari masjid di minggu kedua, ketigga, dan seterusnya. Mereka memadati jalan raya untuk menuju tempat perjamuan buka bersama. Rumah-rumah makan, warung kopi, atau tempat tongkrongan lainnya mendadak ramai dikepung kaula muda. Akan tetapi mereka lupa akan ajaran para guru mereka kalau catatan pesanan di meja kasir tidak seberapa harganya jika dibandingkan dengan harta kekayaan di surga.

Kalau para bapak-bapak dan ibu-ibu tentunya lain cerita. Ramdan menjadi momentum untuk berbisnis. Yang semula tidak punya usaha apa-apa tahu-tahu jadi bos penjual takjil di pinggir jalan. Yang semula hanya punya aktivitas di kantor tahu-tahu sibuk menjual kolak, peci, koko dan kolor. Ramadan membuka peluang bagi mereka yang memiliki hasrat berbisnis. Tidak hanya jualan teh manis, bagi mereka yang suka berbisnis ramadan adalah bulan yang tepat untuk menjual apa saja yang menjadi kebutuhan manusia baik saat, maupun menjelang ramadan berakhir. 

Kita bisa melihatnya di jalan raya saat ini. Ramadan mendatangkan banyak rezeki bagi mereka yang pragmatis. Kebutuhan selama ramadan, dan kebutuhan untuk hari raya adalah dua pemantik penting untuk menghidupkan prekonomian. Mereka menjualnya di bazar, super market, atau aplikasi online shop.  Perusahaan jasa juga tidak mau kalah saing untuk meningkatkan pendapatan. Tiket kereta sudah ludes terjual jauh-jauh hari, bahkan sudah habis semenjak baru memasuki bulan puasa. Belum lagi pengusaha travel bakalan panen Rupiah tatkala mendapati banyak pemudik nanti. Sungguh bangganya bapak-bapak yang punya mantu sopir travel itu.

Saat bulan ramadan berlangsung jalanan yang semula sepi di hari-hari biasa mendadak ramai dipadati masa. Penjual takjil aneka rupa di mana-mana, para pembeli hilir mudik menjelajahi kota. Di sini pulalah jenis manusia di negeri ini dapat kita lihat dengan dua mata terbuka. Dia yang punya jiwa produktivitas tinggi akan menjadi penjual, dan mereka yang lebih suka mengeluarkan uang akan menjadi konsumennya. Atau mungkin beberapa golongan merupakan penggabungan dari kedua sifat itu, Ia bekerja di kantor, punya produktivitas sebagai seorang staff akan tetapi dalam membahagiakan dirinya sendiri Ia mengeluarka uang. Mereka biasanya berada di mall untuk membeli baju baru saat masjid di rumahnya melangsungkan salat terawih berjamaah dan tadarusan bergilir. Mungkin juga mereka berada di swalayan membeli beberapa sembako untuk keperluan lebaran. Dan mungkin banyak lagi contoh yang lain selain di atas. Singkatnya adalah di bulan yang penuh keberkahan banyak orang-orang pragmatis berlalu lalang. Dan mau tidak mau kita menjadi konsumennya.

Akan tetapi bagi para pencari Tuhan, ramadan adalah bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Ingat kepada "hamba"-Nya saja. Jadi beruntunglah jika kamu berusaha menjadi hamba untuk Tuhanmu. Karena nyatanya di bulan ramadan musuh kita adalah kita sendiri. Musuh-musuh itu tidak hanya meliputi hawa nasfu, tetapi juga yang spesifik seperti kebutuhan ini dan itu. Musuh manusia saat bulan ramadan bukan hanya lapar dan dahaga, bukan hanya memelihara nafsu atau amarah. Bukan hanya harus bersabar dalam menghadapi masalah sehari-hari. Tapi yang sangat nyata dan jelas musuh manusia saat ramadan dapat kita lihat langsung di jalanan.

Mereka adalah orang-orang yang resah dan gelisah di setiap waktunya. Mereka melihat kebutuhan lebih besar dari pada iman. Sehingga keutamaan bulan yang suci ini menjauh darinya. Alhasil banyak kasus pencurian yang naik selama bulan suci ini. Dalih ingin memenuhi kebutuhan akan datangnya lebaran nanti orang-orang yang gelap matanya rela mencuri, atau bahkan menipu. Mereka mendapatkan kesulitan dan mencari solusi pintas dengan cara yang singkat. Padahal di bulan ramadan Allah menjanjikan surga. Akan tetapi manusia lebih logis dan percaya dengan hal-hal yang terlihat sekalipun berkali-kali ulama selalu bilang bahwa surga itu nyata.

Iya kita telah menjadi konsumen, bahkan sampai di bulan suci ini tahu-tahu kebutuhan semakin banyak. Membuat kita terus menjadi konsumen dari berbagai produk ataupun jasa. Melalui acara televisi yang mengiklankan berbagai produk, pikiran kita memunculkan apa-apa yang primer menjadi skunder dan sebaliknya. Keinginan untuk pulang ke kampung halaman, berziarah, berkumpul dengan sanakfamili, dan bermaaf-maafan mungkin kebutuhan yang pokok dalan menjalani spiritual keagamaan. Akan tetapi manusia terjerat dengan kebutuhan tambahan yang mengikat mereka, pakaian baru, bingkisan sembako, uang saweran, sekaleng Kong Guan di meja tamu,  ketupat dan opor. Mereka mungkin mejalankan semua tradisi, tapi selepas itu mereka lupa telah menjadi santri selama ramadan berlangsung. Bahkan jalanan akan meninggalkan sifat asli manusia. Ia dapat dilihat melalui sampah pemudik yang berserahkan di bahu jalan raya. Atau melalui petasan yang meledak dan menghamburkan banyak serpihan misiu dan kretas. 

Mereka mungkin membuat kesan pada media sosial, dengan mengunggah banyak poto kenangan saat ramadan. Baju koko, gamis, dan peci mereka terlihat mentereng di dunia maya. Sementara di jalan raya, kita masih tidak perduli dengan gorong-gorong yang mampet, sampah yang menyumbat saluran air, pengendara yang ugal-ugalan memburu takjil, dan anak-anak yang lebih sibuk bermain game untuk sejenak menahan lapar. Padahal ramadan mengajarkan banyak hal, tidak hanya hubungan dengan Allah tetapi juga hubungan kebapada sesama manusia dan diri sendiri.

Kenapa disebut hubungan terhadap diri sendiri, ya karena memang kenyataannya setan itu nyata dan musuh terbesar manusia adalah manusia itu sendiri. Nyatanya kesalahan setan adalah tidak mau melakukan printah untuk menyembah nabi Adam, sementara kesalahan manusia adalah tidak mau melakukan perintah untuk menyembah Tuhannya sendiri. Dan itu terlihat jelas saat ramadan berlangsung. Di mana tempat hiburan jauh lebih ramai dari pada masjid-masjid. Apapun bulannya, sepesial apapun bulan itu, jika manusia tidak mengenal dirinya sendiri, dan jika manusia tidak mengetahui apa tujuannya diciptakan dan hidup di muka bumi ini maka selamanya manusia-manusia seperti itu akan membuat semakin banyak penyimpangan. Dan tentu saja semua pola dan laku mereka dapat kita lihat di jalan raya.


M. Yus Yunus
Muhamad Yus Yunus atau M. Yus Yunus
Redaktur Website adakreatif.id

Lebih baru Lebih lama