DU FU: Si Bijak dan Tonggak Penyair Cina

Oleh Angin Kamajaya

DU FU atau dalam Hanzi tradisional TU FU (杜甫) tidak hanya dikenal sebagai seorang penyair terbesar dan tersohor Cina, ia juga dikenal sebagai seorang politisi di masa Dinasti Tang. Du Fu, yang oleh penyair Li Bai (Li Tai Pai- Li Po), disebut sebagai penyair yang bijak ini bercita-cita mengabdi kepada negaranya. Di mata sahabat-sahabat dan atasannya, Du Fu juga dikenal sebagai pegawai sipil tersukses sekaligus merana. 

Sebagaimana dalam salah satu bait puisinya, Dalam huruhara aku terombang-ambing terlunta-lunta, pergolakan politik di Cina membuat Du Fu, sang penyair bijak dan dan salah satu penyair Cina ini gagal menjadi abdi negara. Ia tidak mampu mewujudkan impiannya, menjadi abdi negara. Hidupnya, seperti juga seluruh negeri pada saat itu, hancur karena Pemberontakan An Lushan yang terjadi pada tahun 755. Kondisi politik di Tiongkok bergejolak hingga 15 tahun di akhir hidupnya. 

Pada mulanya, Du Fu tidak terlampau dikenal sebagaimana penyair-penyair pendahulunya, Li Bai, di antaranya. Namun, atas ketekunan dan sensitifitas dalam karya-karyanya, akhirnya penyair kelahiran tahun 712 Masehi dan meninggal pada tahun 770 Masehi ini semakin dikenal hingga karya-karyanya berpengaruh kuat dalam perkembangan budaya di Tiongkok dan Jepang. Kumpulan puisi-puisi indahnya yang berjumlah hampir seribu lima ratus telah tetap terjaga selama berabad-abad. Ia disebut sebagai ""penyair sejarah" dan "penyair bijak" oleh para kritikus Tiongkok. Di dunia barat karya-karyanya disetarakan dengan Virgil, Horace, Ovid, Shakespeare, Milton, Burns, Wordsworth, Béranger, Hugo, Baudelaire dan penyair besar lainnya.

Bahkan, kritikus tradisional Tiongkok, dalam menganalisis puisi-puisi Du Fu, menerapkan pendekatan yang menekankan pengetahuan tentang kehidupan pengarang saat menafsirkan karya-karya Du Fu. Hal yang sama juga disampaikan oleh cendikiawan Amerika, Murton Watson, menyebutkan, dalam beberapa puisi-puisi Du Fu terdapat hubungan dekat pemikiran tradisional Tiongkok, Du Fu, ungkapnya, piawai dalam hal menempatkan seni, moralitas, dan sejarah dalam puisi-puisinya. 

Sejarawan Tiongkok, William Hung, mengidentifikasi alasan lain, ia menjelaskan, puisi Tiongkok biasanya singkat dan sering menghilangkan konteks yang mungkin relevan. Namun, bagi seseorang yang berpengetahuan kontemporer, puisi semacam itu dianggap masih dapat dipahami.

Bagi pembaca modern di Barat, semakin sedikit informasi yang akurat yang kita miliki tentang waktu, tempat, dan latar belakang sebuah puisi, semakin tinggi kemungkinan kita salah memahaminya atau bahkan gagal memahaminya sama sekali. Stephen Owen mengusulkan faktor ketiga yang khusus berlaku untuk Du Fu. Ia berargumen, variasi dalam karya-karya penyair memerlukan pemahaman yang meliputi seluruh kehidupannya, bukan kategorisasi yang "reduktif" yang sering digunakan untuk penyair yang memiliki cakupan yang lebih terbatas. 

***

Ayah Du Fu yang bernama Du Shenyan, adalah seorang politisi dan penyair terkenal pada masa pemerintahan Kaisar wanita Wu Zetian (berkuasa 690–705). Du Fu lahir pada tahun 712, dan tempat kelahirannya tidak diketahui dengan pasti, namun kemungkinan besar dekat Luoyang, provinsi Henan (county Gong menjadi kandidat favorit). Di kemudian hari, Du Fu menganggap dirinya berasal dari ibu kota Chang'an, kampung halaman leluhur keluarga Du.

Setelah ibunya meninggal tidak lama setelah ia dilahirkan, Du Fu dibesarkan oleh bibinya. Ia memiliki seorang kakak laki-laki yang meninggal saat masih muda. Selain itu, Du Fu juga memiliki tiga saudara tiri laki-laki dan seorang saudara tiri perempuan yang sering disebut dalam puisi-puisi yang dikaranginya, namun ia tidak pernah menyebut ibu tirinya.

Sebagai anak dari seorang pejabat kecil, Du Fu menjalani pendidikan standar untuk calon pejabat negara. Ia mempelajari dan menghafal kitab-kitab tulisan klasik Kong Hu Cu yang mencakup bidang filsafat, sejarah, dan puisi. Du Fu mengatakan bahwa pada masa mudanya, ia sudah menghasilkan beberapa puisi yang bagus, tetapi puisi-puisi tersebut sekarang sudah hilang.

Pada awal tahun 730-an, Du Fu melakukan perjalanan ke daerah Jiangsu dan Zhejiang. Beberapa puisi awalnya yang masih ada hingga sekarang mengisahkan tentang suatu pertandingan puisi yang diduga terjadi sekitar tahun 735. Pada tahun yang sama, ia pergi ke Chang'an untuk mengikuti ujian kenegaraan, namun ia tidak berhasil. 

Menurut Hung, kegagalan Du Fu disebabkan oleh gaya prosanya pada saat itu dianggap terlalu kompleks dan tidak jelas, sementara Chou berpendapat bahwa kegagalan Du Fu dalam membangun hubungan dan jaringan di ibu kota merupakan alasan utama kegagalannya dalam ujian negara. Setelah kegagalan ini, Du Fu melanjutkan perjalanan ke Shandong dan Hebei.
Pada sekitar tahun 740, ayah Du Fu meninggal dunia. Setelah kepergian ayahnya, seharusnya Du Fu mendapatkan posisi di pemerintahan berdasarkan pangkat ayahnya, tetapi ia memilih untuk memberikan jabatan tersebut kepada salah satu saudara tirinya. Ia sendiri menghabiskan 4 tahun tinggal di daerah Luoyang dan melaksanakan tanggung jawabnya dalam urusan keluarga.

Pada musim semi tahun 744, Du Fu bertemu dengan Li Bai (Li Po) untuk pertama kalinya, dan kedua penyair ini kemudian menjalin hubungan pertemanan. David Young menggambarkan hubungan ini sebagai "aspek paling penting dalam perkembangan artistik Du Fu" karena memberinya inspirasi dari kehidupan seorang penyair-sarjana yang hidup dalam kesendirian, yang menarik minatnya setelah kegagalannya dalam ujian negara.

Namun, hubungan ini sepertinya hanya satu arah. Du Fu memiliki perbedaan usia beberapa tahun dengan Li Bai, yang pada saat itu sudah terkenal sebagai seorang penyair. Terdapat sekitar 12 puisi yang ditulis oleh Du Fu mengenai dan ditujukan kepada Li Bai, namun hanya Du Fu yang membuatnya. Mereka kembali bertemu sekali lagi pada tahun 745.

Pada tahun 746, Du Fu pindah ke ibu kota untuk memulai kembali karirnya. Pada tahun berikutnya, ia mengikuti ujian negara yang kedua, tetapi semua peserta tidak lulus karena keputusan perdana menteri untuk mencegah persaingan dari peserta yang lulus. Setelah itu, ia tidak mencoba lagi mengikuti ujian negara, melainkan mengajukan petisi langsung kepada kaisar pada tahun 751, 754, dan mungkin sekali lagi pada tahun 755.

Du Fu menikah sekitar tahun 752 dan lima tahun kemudian memiliki lima anak, tiga anak laki-laki dan dua anak perempuan, namun salah satu anak laki-lakinya meninggal saat masih balita pada tahun 755. Sejak tahun 754, ia mulai mengalami masalah pernapasan (mungkin penyakit asma), yang merupakan penyakit pertama dari banyak masalah kesehatan yang ia alami sepanjang hidupnya. Pada tahun yang sama, Du Fu terpaksa memindahkan keluarganya karena ancaman kelaparan akibat banjir besar di wilayah tersebut.

Pada 755, ia mendapatkan posisi minor di kantor komandan istana putra mahkota. Meskipun hanya jabatan kecil, setidaknya ini akan menjadi awal karier resmi. Namun, belum juga ia mulai bekerja, pergolakan politik pun terjadi.

Di musim dingin tahun 762, pasukan pemerintah berhasil memulihkan Luoyang, kota kelahiran Du Fu. Kemudian, pada musim semi tahun 765, Du Fu bersama keluarganya berlayar menyusuri Sungai Yangtze, dengan niat untuk melanjutkan perjalanan mereka melalui sungai tersebut. Namun, perjalanan mereka berlangsung lambat karena kesehatan Du Fu yang semakin memburuk. 
Pada masa itu, ia mengalami masalah penglihatan, tuli, serta usia lanjut, selain dari penyakit yang sudah ada sebelumnya. Mereka menetap di Kuizhou (yang sekarang dikenal sebagai Baidicheng, Chongqing) di depan pintu masuk ke Tiga Ngarai selama hampir dua tahun, mulai dari akhir musim semi tahun 766. Selama periode ini, Du Fu menghasilkan karya-karya puisi besar terakhirnya, menciptakan sekitar 400 puisi dengan gaya yang padat dan lambat. 

Pada musim gugur 766, Bo Maolin diangkat sebagai gubernur wilayah tersebut. Ia memberikan dukungan finansial kepada Du Fu dan mempekerjakannya sebagai sekretaris tidak resmi.
Pada bulan Maret 768, Du Fu melanjutkan perjalanannya hingga mencapai provinsi Hunan. Ia kemudian meninggal dunia di Tanzhou (sekarang Changsha) pada bulan November atau Desember 770, ketika usianya telah mencapai 58 tahun. Dia meninggalkan seorang istri dan dua putra, yang tinggal di daerah tersebut setidaknya beberapa tahun setelahnya. Yang terakhir dari keturunannya yang diketahui adalah seorang cucu laki-lakinya yang meminta Yuan Zhen untuk menulis prasasti di kuburan Du Fu pada tahun 813.

Hung merangkum hidupnya dengan menyimpulkan bahwa, "Dia tampak seperti anak berbakti, ayah yang penyayang, saudara yang murah hati, suami yang setia, teman yang baik, pejabat yang berbakti dan seorang patriotik.

Berikut ini adalah salah satu karya Du Fu pada periode terakhirnya berjudul "贈衛八處士" ("Untuk Wei sahabatku yang pensiun") yang dalam bahasa Inggris diberi judul To My Retired Friend Wei. Seperti banyak puisi lainnya pada masa Dinasti Tang, puisi ini mengangkat tema perpisahan antara teman dalam waktu lama yang umumnya disebabkan oleh mutasi pejabat ke provinsi lain:

人生不相見,Kita sudah lama tidak bertemu,
動如參與商,kita bagaikan bintang pagi dan sore yang tidak pernah bisa bertemu di langit,
今夕復何夕?Malam macam apakah ini?
共此燈燭光。Sehingga kita harus berbagi cahaya lilin.

少壯能幾時?Berapa lama masa muda mampu bertahan?
鬢髮各已蒼。Rambutmu sudah mulai beruban demikian pula dengan rambutku.
訪舊半為鬼,Dari semua kenalan lama, setengah dari mereka sudah menjadi hantu,
驚呼熱中腸。aku terperanjat dan kaget setengah mati, aku menangis.

焉知二十載,Tidak terasa dua puluh tahun telah berlalu,
重上君子堂。dan aku tidak tahu di mana engkau tinggal.
昔別君未婚,Engkau masih belum menikah ketika kita berpisah,
兒女忽成行;setelah sekian lama, engkau telah menikah dan memiliki beberapa anak;

怡然敬父執,Anak-anakmu dengan sopan menyapa teman ayah mereka,
問我來何方。anak-anakmu bertanya mengenai perjalananku.
問答乃未已,Sebelum aku dapat memuaskan rasa ingin tahu mereka,
驅兒羅酒漿。engkau menyuruh anakmu menyuguhiku anggur.

夜雨剪春韭,Kita mengunyah lokio yang baru saja kita kumpulkan di tengah hujan sore,
新炊間黃粱。dalam makanan segar berbiji kasar, kegembiraan meluap saat teman lama bertemu kembali.
主稱會面難,Engkau merasa takjub dengan pertemuan kita yang tidak terduga ini,
一舉累十觴;dalam sekali teguk, engkau habiskan lebih dari secawan anggur;

十觴亦不醉,Cawan berikutnya, masih dengan semangat yang tinggi dan engkau masih sadar,
感子故意長。aku berterima kasih atas persahabatanmu yang begitu tulus.
明日隔山岳,Besok kita akan dipisahkan oleh pegunungan lagi,
世事兩茫茫。masa depan tidak ada yang tahu dan tidak bisa ditentukan. 
(sumber: dari wikipedia)

It is almost as hard for friends to meet
As for the morning and evening stars.
Tonight then is a rare event,
Joining, in the candlelight,
Two men who were young not long ago
But now are turning grey at the temples.
 
…To find that half our friends are dead
Shocks us, burns our hearts with grief.
We little guessed it would be twenty years
Before I could visit you again.
When I went away, you were still unmarried;
But now these boys and girls in a row
Are very kind to their father’s old friend.

They ask me where I have been on my journey;
And then, when we have talked awhile,
They bring and show me wines and dishes,
Spring chives cut in the night-rain
And brown rice cooked freshly a special way.

…My host proclaims it a festival,
He urges me to drink ten cups —
But what ten cups could make me as drunk
As I always am with your love in my heart?
…Tomorrow the mountains will separate us;
After tomorrow-who can say?

Selama hidupnya, karya-karya Du Fu jarang dikenal dan sering kali diabaikan. Namun, pada abad kesembilan, karya-karya ini mulai dinikmati, dan pada abad kesebelas, khususnya pada masa Dinasti Song Selatan, puisi dan tulisannya mencapai puncak popularitas. Perkembangan neo-konfusianisme pada periode tersebut juga berpengaruh terhadap kepopuleran karya-karya Du Fu, dianggap sebagai contoh puitis dari aliran tersebut.

Kemampuannya untuk merangkul dua kelompok yang berlawanan, yaitu kaum konservatif yang memperhatikan kesetiaannya pada negara dan kaum radikal yang tertarik dengan perhatiannya pada kaum miskin, juga turut membantu menyebarkan pengaruhnya di masyarakat Tiongkok pada saat itu.

Pada masa Republik Rakyat Tiongkok, karya-karya Du Fu yang lebih banyak menggambarkan penderitaan rakyat dan menekankan kesetiaan pada negara, serta penggunaan bahasa yang lebih mudah dimengerti oleh masyarakat, menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat Tiongkok.

Demikian. Sekian. Terimakasih.

Aku Cinta Padamu
Disarikan oleh Angin Kamajaya dari berbagai sumber, sebagai besar dari Wikipedia, karena sedang kurang waktu untuk riset. Dipersembahkan untuk semaan puisi Episode 16. Kamis, 8 Februari 2024.

Lebih baru Lebih lama