Oleh Muhammad Hafiiz Zuhriyanto
Aku telah mengenal cinta melalui seorang pecinta yang bernama Munzir bin Fuad Al Musawa. Beliau adalah seorang da'i sekaligus guru bagi siapa saja yang hadir di majelisnya ataupun yang bertawasul atasnya. Beliau lahir pada tanggal 23 Februari 1973 di Cipanas. Sejak kecil beliau sudah mengidap penyakit asma, yang karena penyakit tersebut Habib Munzir kerap kali sakit sakitan dan hanya mampu mengenyam pendidikan sampai SMA dan melanjutkan pendidikannya dengan datang ke pondok pesantren. Hingga beliau bertemu dengan guru mulia Habib Umar bin Hafidz di Al Khairat bekasi pada saat beliau sedang belajar ilmu agama. Perjumpaan itu lah yang pada akhirnya Habib Munzir bisa berangkat dan sekolah di Darul Musthofa Yaman, asuhan dari guru mulia Habib Umar bin Hafidz.
Semasa beliau mengenyam pendidikan di Darul Musthofa, Habib Munzir sering menghadiri pengajian Habib Umar bin Hafidz baik di dalam pondok maupun di luar pondok. Habib Munzir sejak kecil hingga wafat selalu mendawamkan sholat sunnah, sholawat, baca al-Qur'an bahkan sering menghadiri majelis ilmu. Tutur katanya yang halus dan kepribadiannya yang lembut, itu semua berasal dari kecintaannya yang luar biasa kepada Rasulullah. Beliau sering kali mengkhatamkan surat muhammad karena kecintaan beliau kepada Rasulullah.
Ketika beliau memulai dakwah di Jakarta, tidak seperti teman-temannya yang lain, beliau mengalami kesulitan dan sampai tidur di emperan toko hanya untuk mensyiarkan ajaran Islam kepada siapapun. Beliau berdakwah di metromini, kopaja bahkan dari rumah ke rumah. Dengan proses perjalanan dakwah yang beliau lalui, tidak sedikitpun keluar kata lelah melalui lisannya sebab cinta yang luar biasa kepada Rasulullah. Semua yang beliau lakukan untuk Rasulullah sang kekasih yang sangat dicintainya.
Dengan asbab cinta tersebut, hingga beliau diberikan kemuliaan untuk dapat mengetuk setiap hati yang lalai dari perintah Allah. Sebab kelembutannya, beliau menyandang gelar Sulthonul Qulub (Sang Raja Sanubari). Perjalanan dakwah dari rumah ke rumah, musolah ke musolah, masjid ke masjid beliau lalui tanpa kenal lelah dan capek. Atas kesabarannya, ketekunannya, kegigihannya, kecintaannya, banyak orang yang kembali bertaubat kepada Allah dan mencintai Rasulullah. Karena jamaah yang sekian hari semakin banyak jumlahnya, baru beliau buka majelis ilmu di salah satu masjid daerah pancoran yaitu masjid Al Munawar. Karena yang beliau lakuin hanya untuk Rasulullah, maka majelis tersebut dinamakan Majelis Rasulullah, majelis yang menuntun umat untuk kembali kepada Allah dan mencintai Rasulullah.
Habib Munzir menurutku adalah sosok muhammad masa kini, tidak bermaksud untuk menyamakan pangkat dan kedudukannya, namun dari perangai yang beliau tunjukkan baik sendiri atau bersama dengan orang lain, hampir mendekati seperti perangainya Rasulullah. Sebuah kisah tentang Habib Munzir yang dimana beliau bertemu dengan ulama sepuh, ketika bertemu dengannya, Habib Munzir dipanggil muhammad yang padahal namanya adalah Munzir. Sampai tiga kali Habib Munzir mengoreksi panggilannya tersebut, tapi tetap ulama sepuh tersebut memanggil beliau dengan nama muhammad. Berbagai macam spekulasi bermunculan akan kejadian tersebut, salah satu yang paling melekat di telinga masyarakat yaitu mengapa Habib Munzir dipanggil muhammad oleh sepuh tersebut, bukan lantaran Habib Munzir itu adalah sang nabi atau rasul, bukan juga sosok Rasulullah itu sendiri, tetapi dengan sebab cintanya Habib Munzir kepada Rasulullah itu lah yang menjadikannya dipanggil dengan nama muhammad. Salah satu hadits disebutkan bahwa orang terbaik yaitu orang - orang yang apabila dilihat membuat ingat kepada Allah. Hal ini disebabkan atas kecintaannya seorang hamba kepada Allah, hingga siapapun yang memandang orang yang cinta kepada Allah, akan membuat orang tersebut ingat kepada Allah. Begitulah perangainya Habib Munzir di mata para pencintanya.
Sebuah kisah dimana Majelis Rasulullah hendak dilaksanakan di salah satu daerah Jakarta Utara, di daerah tersebut ada seorang preman yang sangat ditakuti. Pada saat crew Majelis Rasulullah hendak berbicara dengan rt rw setempat untuk mengadakan Majelis Rasulullah, crew Majelis Rasulullah sempat dihadang oleh preman yang sangat ditakuti itu. Crew Majelis Rasulullah bergegas pergi dan kembali ke markas Majelis Rasulullah. Crew tersebut menceritakan semua kejadiannya kepada Habib Munzir, ketika itu beliau langsung berangkat ke tempat tersebut dan bertanya - tanya dimana rumah preman yang sangat ditakuti itu. Ketika sudah sampai di depan rumahnya, beliau bertemu dengan preman tersebut dan mengucapkan salam sambil mencium tangan preman tersebut. Dari apa yang dilakukan oleh Habib Munzir, preman tersebut langsung menangis tersedu - sedu dan berkata bahwa tidak pernah ada orang yang mencium tangannya bahkan istri dan anaknya pun juga enggan mencium tangannya, baru kali ini ada seorang ulama besar datang dan mencium tangannya hanya untuk meminta izin mengadakan Majelis Rasulullah. Selepas itu, preman tersebut bertaubat dan menjadi crew di garda terdepan untuk mengawal kemanapun Habib Munzir berdakwah.
Banyak tauladan yang bisa kita ambil bahwa sejatinya kita memang tidak bisa menyamai perangai kita seperti perangainya Rasulullah. Namun, dengan sebab cinta kita kepada Rasulullah itulah yang dapat mendekatkan diri kita kepada Rasulullah, memperkuat hubungan kita kepada Allah. Memberikan kita semangat dan kekuatan untuk selalu berbuat baik kepada seluruh makhluk Allah. Semoga kita semua diberikan kekuatan untuk selalu istiqomah di dalam ajaran Islam dan dapat menjalankan sunnah - sunnah Rasulullah. Semoga kelak kita dikumpulkan bersama Habib Munzir Al Musawa dengan Rasulullah ditengah - tengahnya. Semoga kita panjang umur dalam ketaatan dan kecintaan kepada Allah serta RasulNya. Aamiin ,Allahumma, Aamiin...