SAJAK-SAJAK ELKA BONIE

Oleh Elka Bonie

DI BULAN JULI

: Untuk Yuli
Kucari kenangan yang mengering di genangan kangen Ku temukan petir dadaku membanjiri tempat yang kita tinggali, kita dipaksa menjadi orang lain di kota ini, tiba-tiba negara membuat kota baru dengen tergesa, orang seperti kita harus terbiasa. tiba-tiba kita tersesat di kota sendiri

Kutemukan kau menangisi masa remaja mengutuk masa kini, ingin kupeluk kau sampai pagi supaya tak tersisa sesak dadamu. Kau boleh menangis kali ini sayang

Telah mengering genangan kangenku. Memar hatiku. Biar, biar aku tersesat di manapun asal denganmu.



GERIMIS RABU PAGI

    Gerimis membuka Rabu banyak sekali yang bergegas menuju sibuk suara motor sambung menyambung depan rumah seperti mimpi anak petani yang tak pernah putus mendoakan bapaknya. 

    Hujan dan guntur pembuka pagi bersahabat dan taat 
    hujan dibenci sekaligus dicintai. 
    Guntur mengamini
    Hujan dan guntur bersapa
    : apakah tuhan salah menciptakan kita

                                    

JAM SIANG

12.:17 waktu makan siang
Iya membuka bekal dari istrinya, perempuan yang tak kenal libur dari mimpi dan rindu. Nasi,  sayur sop dan oreg tempe pertama setelah lima tahun menikah mengalahkan semua menu yang pernah ia makan. 
Ia menikmati setiap suapan seperti menikmati ciuman pertama yang tak pernah ia lupa.




PUKUL 16.27 DI TAMAN RS. FATMAWATI

Sirene yang menjauh terdengar masih nyaring, ambulan jenazah atau bukan sama saja. Tidak ada orang yang kepingin sakit dan tidak ada juga yang kepingin mati

taman yang lengah, sepasang bangku kosong dan aku

menunggu 

Seseorang yang rutin kutemui selama delapan bulan ini, di sini tak ada yang bisa diajak cerita, karena memang derita tak pernah asik diceritakan dan siapa juga yang mau mendengar

tidak

ada peduli 

di sini aku bertemu dengan seseorang sama dengar umurku

Ia murung, roti ia pegang sepuluh menit yang lalu tak juga dilahapnya, aku melihatnya dari sepasang bangku taman yang lengah

sayup ku dengar bangku itu bicara denganku

"apakah kau penasaran dengan orang itu?

Aku tidak memberi jawab

Tiba-tiba salah satu bangku itu bercerita 

"Awal bulan adalah waktu yang menguras uang dan air mata. Ia diagnosis seperti penyakit yang dimiliki temannya yang baru mati kemarin, temannya mati menyusul Abang dan bapaknya. Ia teman dekat sering diskusi puisi. Kemarin ia lewat depan rumah temannya ada karangan bunga duka tertulis nama emak temannya. Ia kalut dalam kemelut takut. Apakah akan sama nasibnya?"

Sebenarnya ia tak takut mati si bangku  satunya menyambung cerita, aku mendengarkan dengan rasa takut yang sama.

"Ia hanya tak siap" bangku itu menyelesaikan ceritanya. Aku berpura tak mendengar 
aku meninggalkan sepasang bangku itu tanpa bicara, 17:26 satu jam sudah dokter yang berjanji bertemu tak kunjung nongol.



RUS

Pagi masih menyisakan amis. Seorang ibu tua memakai sepatu both merapihkan sisa ikan yang tak terjual ke ember bekas cat. Satpol pp siaga meski tanpa pengeras suara. Itu pertanda ia harus segera

pasar geger,  mayat tertembak tepat di kemaluannya
Di samping mayat itu tertinggal surat

"Aku tahu kau tidak pernah merasakan cinta seumur hidup rus, tapi tidak seharusnya kau merusak hidup perempuan!"

Seorang kerabat ibu penjual ikan rusuh mengabarkan habwa anak ibu penjual ikan ditemukan mati tanpa busana di lahan kosong dekat mushala pasar 

Pagi masih menyisakan amis di pasar Kebayoran. Aparat bingung dan kita lebih bingung, sibuk memotret share ke IG,Threads, X, Tele 

Di satu tempat lain

Aku yang mengurusmu rus, dari bapak dan mamakmu mati sampai subuh tadi.
Aku mengenal anak ibu tua gadis periang rajin membantu ibu di pasar.

Jam 07.00

Glock 17 tergeletak di meja bersama gelas teh yang tak lagi panas.




by:

Elka Bonie, Founder Street English Club Pamulang, ayah dua putri cantik berhati biru langit,  Nun Matamu Bait Puisi adalah buku pertamanya. Sekarang sedang mempersiapkan buku ke duanya
Lebih baru Lebih lama