Oleh Beni Satria
Nizar Qabbani (1923–1998) adalah salah satu penyair terkemuka dari dunia Arab, terkenal karena puisi-puisi cinta dan protes sosialnya yang penuh gairah. Ia lahir di Damaskus, Suriah, dan karyanya mencerminkan kombinasi antara cinta, kecantikan, dan kritik terhadap masyarakat Arab yang patriarkal dan represif. Qabbani sering menulis tentang cinta dengan bahasa yang penuh kelembutan dan metafora, namun ia juga menggunakan puisi untuk menyuarakan rasa frustrasi terhadap politik dan ketidakadilan.
Nizar Qabbani bukan sekadar penyair, ia adalah sebuah jiwa yang menorehkan luka zaman dalam bait-bait puisi-bait puisinya. Dalam lanskap Timur Tengah yang sering kali terbungkam oleh suara kekuasaan, Qabbani hadir dengan keberanian yang lembut namun mengguncang. Puisinya adalah bisikan revolusi, sebuah simfoni kata yang menggugat, sekaligus merayakan cinta dengan cara yang tak terperikan.
Bagi Nizar Qabbani, cinta tak ubahnya seperti sebuah taman, di atasnya, ia tanam bunga wangi sekaligus berduri. Puisi-puisi cintanya tidak pernah sederhana. Ia berbicara dari kedalaman rasa yang berlumuran perih. Bagi Qabbani, cinta tidak hanya soal hubungan antar manusia, tetapi juga sebuah bentuk perlawanan terhadap struktur masyarakat yang kaku dan menindas. Ia menulis tentang perempuan bukan sebagai objek, tetapi sebagai subjek yang merdeka, yang sering kali terkekang oleh patriarki dan dogma. Setiap bait yang ia tulis seperti mengetuk pintu kesadaran, mendobrak stereotip dan memberi suara kepada mereka yang terbungkam.
“Aku menulis puisi untuk para wanita yang kehilangan suara mereka, untuk mereka yang terkurung di balik jeruji tak kasat mata.” Dalam kalimat-kalimat ini, Qabbani menggambarkan bagaimana ia menggunakan puisinya sebagai alat pembebasan bagi perempuan Arab, sebuah suara dalam kegelapan yang memberi harapan. Ia bukan hanya seorang pengagum perempuan, tetapi seorang pejuang di balik kata.
Lebih dari sekadar pencinta, Nizar Qabbani juga penyair revolusi. Dalam sejarah yang terukir oleh darah dan penindasan, Qabbani menulis dengan pena yang tajam seperti pedang. Ia lantang menentang rezim-rezim otoriter, menyoroti ketidakadilan yang dialami rakyat Palestina, serta ketidakberdayaan negara-negara Arab di hadapan imperialisme Barat. Puisinya, meski lirih dalam kata, memiliki kekuatan besar untuk mengguncang tirani. Dalam bait-bait yang ditulisnya, kita mendengar tangisan rakyat yang ditindas, jeritan tanah yang direnggut, dan harapan yang terpenjara.
Namun, apa yang membedakan Qabbani dari penyair revolusi lainnya adalah caranya menyampaikan perlawanan. Ia tidak menggunakan teriakan, melainkan nyanyian sunyi. Setiap kata terjalin dalam jalinan metafora, memberi ruang bagi pembacanya untuk merenung, bukan semata-mata bereaksi. Qabbani tahu bahwa perlawanan yang paling dalam tidak datang dari amarah, tetapi dari rasa kehilangan dan ketidakadilan yang terus-menerus diderita.
Keistimewaan karya-karya Qabbani terletak pada gaya bahasanya yang lugas namun menggugah. Ia tidak terjebak dalam diksi yang rumit atau terlampau simbolis. Puisi-puisinya begitu jernih, mengalir dengan natural, tetapi meninggalkan jejak yang mendalam di hati para pembaca. Dengan kesederhanaan ini, ia berhasil menyampaikan pesan-pesan besar tentang cinta, kebebasan, dan perlawanan.
Ia mengombinasikan modernitas dengan akar sastra Arab klasik, menciptakan sebuah jembatan yang menghubungkan masa lalu dan masa kini. Dalam dirinya, puisi menjadi ruang dialog antara sejarah dan masa depan, antara keheningan dan kegaduhan politik.
Dalam setiap puisipuisinya, Nizar Qabbani mewariskan kepada dunia sebuah legacy yang melampaui batas-batas geografis dan politik. Ia bukan hanya penyair Arab, tetapi penyair kemanusiaan. Puisinya melampaui Timur Tengah, menjadi nyala api bagi setiap perjuangan melawan ketidakadilan, di mana pun itu terjadi.
Dengan hati yang terbuka dan pena yang tajam, Nizar Qabbani telah menciptakan sebuah dunia di mana cinta dan perlawanan dapat bersatu. Di dalam dunia itu, perempuan bebas mengekspresikan dirinya, dan rakyat dapat bermimpi tentang masa depan yang lebih adil. Puisinya adalah cermin dari kegelisahan zamannya, namun sekaligus menawarkan secercah harapan bagi generasi yang akan datang.
Nizar Qabbani adalah suara dari tanah yang sering kali dibungkam, namun dari bibirnya keluar lirik-lirik yang tak pernah bisa diabaikan. Dalam setiap kata, ia mengukir perlawanan, dan dalam setiap perlawanan, ia menanamkan cinta yang abadi.
Puisi-puisi Nizar Qabbani penuh dengan imaji sensual dan personal, sering kali menggambarkan cinta sebagai pengalaman yang mendalam dan transformatif. Ia menggunakan bahasa yang indah dan metaforis untuk mengeksplorasi perasaan cinta, hasrat, dan kehilangan. Pada saat yang sama, ia sangat kritis terhadap masyarakat Arab yang membatasi kebebasan, terutama kebebasan perempuan. Dalam banyak puisinya, ia mengecam norma-norma sosial yang menindas perempuan, melihat perempuan sebagai simbol kebebasan dan revolusi.
Selain itu, tragedi-tragedi dalam hidupnya, seperti kematian istri pertamanya dan putrinya, memberikan warna kesedihan dan kerapuhan dalam banyak karyanya. Puisi-puisinya menjadi lebih gelap dan penuh kontemplasi tentang makna hidup dan penderitaan manusia.
Salah satu puisinya yang terkenal adalah “Kepada Beirut”, yang ditulis saat perang saudara Lebanon. Dalam puisi ini, Qabbani berbicara tentang kehancuran kota Beirut, yang dilambangkan sebagai wanita cantik yang terluka. Ini adalah contoh bagaimana Qabbani menggabungkan cinta, kehancuran, dan kerinduan dalam satu tema besar.
"Kepada Beirut" (terjemahan bebas):
Wahai Beirut, engkau terluka namun tetap cantik,
Bagaikan seorang gadis yang rambutnya dipenuhi puing-puing,
Wajahmu yang halus ditampar angin perang,
Namun bibirmu tetap mencium bintang-bintang.
Puisi di atas menunjukkan cinta Qabbani pada kota Beirut sebagai simbol kemanusiaan yang terluka, namun tetap bertahan dan indah dalam penderitaannya.
Dalam karya-karyanya, Nizar Qabbani sering memadukan antara perasaan cinta yang personal dan kritik sosial-politik. Puisi "Kepada Beirut" tidak hanya berbicara tentang kota yang hancur oleh perang, tetapi juga tentang ketahanan manusia di tengah kekerasan dan kehancuran. Kota Beirut, seperti banyak wanita dalam puisi-puisi Qabbani, menjadi simbol dari kerentanan dan kekuatan.
Qabbani memiliki kemampuan untuk menulis dengan kelembutan yang memikat, bahkan saat berbicara tentang subjek yang sulit seperti perang, penindasan, dan ketidakadilan. Ia menolak untuk menerima ketidakadilan yang ia lihat di sekelilingnya, dan puisinya sering kali menjadi suara bagi mereka yang tidak memiliki suara, terutama perempuan.
Puisi-puisinya tentang cinta tidak sekadar merayakan hasrat, tetapi sering kali menghubungkannya dengan kebebasan dan pembebasan dari kekangan sosial. Dengan gaya puitis yang penuh metafora, ia merayakan keindahan cinta sebagai jalan keluar dari dunia yang penuh kekerasan.
Nizar Qabbani adalah penyair yang menggabungkan keindahan bahasa dengan kritik sosial yang tajam. Karyanya membahas cinta dalam segala bentuknya—cinta yang penuh gairah, cinta yang melawan ketidakadilan, dan cinta yang membawa penghiburan di tengah kekacauan dunia. Warisan puisinya terus hidup sebagai cerminan dari semangat pemberontakan, kelembutan, dan perjuangan manusia untuk kebebasan dan keadilan.
Beni Satria, Pegiat Seni, aktif di Semaan Puisi
***
Biodata Penulis
Beni satria seorang pria kelahiran Jakarta pada bulan ke sembilan yang sekarang berdomisili di Pamulang Tangerang Selatan, menyelesaikan pendidikan di SMK Sasmita Jaya mengambil jurusan Teknik Mesin lalu sekitar tahun 2005 melanjutkan kuliah di Universitas Pamulang mengambil jurusan Tekni Mesin, selain menulis dan memendamkan kepalanya dalam tumpukan buku ia juga aktif dibeberapa komuitas literasi dan pecinta alam. Seperti Komunitas Sastra Indonesia Tangerang Selatan, Malam Puisi Tangerang, Dapoer sastra tjisaok, Roeang kata, Iiterary Indonesian Colective, dan juga salah satu dari penggagas Festival Literasi Tangerang Selatan, dan sekarang menjadi salah satu penggagas acara Semaan puisi di kaffe Ada Kopi.
Info kontak:
Wa: 0895 - 4146 - 50267
Alamat surat pos:
Kelurahan bambu apus, Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten 15432