Oleh Ahmad Amin
Cerminan
di tengah pergulatan batin
kata-kata berhamburan
melayang seperti daun kering
dipeluk angin yang mabuk arah
tanganku menari tanpa henti
menulis jejak di dinding waktu
menuangkan isi kepala
di tembok polos warna putih
maafkan aku,
yang abaikan rima dan tanda
aku hanya penjahit iseng
merangkai benang kata, untuk meredam resah jiwa
namun, tulisan ini pun
sering khianati kisah aslinya
seperti cermin retak
sembunyikan wajah di balik garis tajam
***
Teman Kecil
aku rindu hujan
ketika dada polosku menjamu dingin
dan tawa memecah langit kelabu
berlarian, mengejar waktu yang tak Kembali
aku rindu siang
ketika telapak kaki menari di atas tanah kasar
kapalan menjadi mahkota kecil
dan bola, juga debu menjelma sahabat setia
aku rindu sore
ketika benang gelasan mengukir luka di jemari
namun, rasa perih itu manis
saat layangan menari di pangkuan senja
aku rindu malam
ketika gelak tawa teman-teman menggema
diiringi lagu Peterpan, Ungu, dan Sheila on 7
malam menjelma kanvas penuh cerita
aku rindu kalian
ketika kita berlarian
dikejar anjing penjaga yang menggonggong kenangan
di jalanan komplek yang kini tinggal kenangan
***
Tak Sampai
daun-daun berjatuhan
di antara sisa hujan
huruf demi huruf kutulis untukmu
—seperti bisikan angin kusebut namamu
huruf-huruf berguguran
menjadi daun yang kembali
merapat pada kenangan
lenyap, menjelma rindu yang tak sampai
***
Gambaran
Entah mengapa aku suka melihatmu tersenyum?
Waktu membeku, benda-benda mematung
Semesta menjadi saksi, saat lubang hitam matamu
Menarikku menuju ruang keabadian
Aku terdampar di negri tak Bernama
Lembah ngarai, langit jingga
Rumah berteman telaga
Seperti lukisan tua di ruang tamu rumahmu
Apakah aku terjebak?
Matamu, dua matahari kecil
Menyedot logika yang pernah ada
Menjebakku dalam pelukkan surga
Ya, begitulah
Senyummu adalah udara
Beraroma rerumputan dan tanah basah
Partikel penting bagi kehidupanku
***
Perangkap Cinta
terperangkap aku oleh senyummu
sialnya, imajinasiku semakin liar
kugenggam jari-jemari lentikmu
kutatap dalam-dalam bola matamu
kupandang bulat-bulat wajahmu,
kunikmati detik-detik yang berlalu.
O Tuhan, mengapa Kau uji aku?
tatapannya mengusik keangkuhanku
senyumnya memantik api asmara
meluluhkan hati, menuntunku ke jejak cinta
yang bersemayam dalam inti sanubari
***
Ahmad Amin, lahir di Karawang pada 10 Juni 1988, saat ini berusia 36 tahun. Bertempat tinggal di Jl. Sabeni, No. 42, RT. 19/RW. 12, Kelurahan Kebon Melati, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Latar belakang pendidikan Sarjana Sastra Indonesia, kini memilih berprofesi sebagai guru honorer, mengajar mata pelajaran bahasa Indonesia di MI Jamiat Kheir Putra. Selain berkarier di bidang pendidikan, ia juga memiliki minat yang mendalam dalam puisi. Kepekaannya terhadap nilai-nilai sosial, budaya, percintaan, dan kehidupan sering ia tuangkan dalam bentuk puisi, menciptakan karya yang sarat makna. Amin dapat dihubungi melalui nomor telepon 0838 0648 3271 atau email pribadi di amindes8@gmail.com untuk berbagai kesempatan kerja sama atau diskusi terkait dunia sastra.