Puisi Berthold Brecht dan Drama Kelam Kemanusiaan



Oleh: adakreatif.id

Nama besar Berthold Brecht mengingatkan kita pada panggung teater yang megah dan naskah-naskah drama yang sarat kritik sosial. Di Indonesia, nama Brecht lebih dikenal sebagai dramawan revolusioner, seorang pemikir yang menantang konvensi dunia pertunjukan. Namun, ada satu sisi dari Brecht yang sering terlewatkan, yakni dirinya sebagai seorang penyair. Sejak usia 14 tahun, Brecht sudah mulai menulis puisi, sebuah sisi karya yang jarang diketahui banyak orang, meskipun ia lebih dikenal dengan karyanya di dunia teater.

Dokumentasi kegiatan Semaan Puisi 30 Januari 2025

Dalam edisi ke-65 Semaan Puisi, pada 30 Januari 2025, yang rutin dilaksanakan setiap Kamis malam di adakopi Original, karya-karya Brecht di bidang puisi kembali dibaca dan didiskusikan. Angin Kamajaya, pengasuh Semaan Puisi, menyampaikan bahwa di Indonesia, Brecht lebih dikenal sebagai seorang dramawan ketimbang penyair. Meskipun puisi-puisi Brecht belum begitu populer di tanah air, karya-karya tersebut mulai diterjemahkan sejak 1994, salah satunya adalah Kau Datang Padaku, yang diterjemahkan oleh Ramadan KH dan Berthold Damshäuser.

Puisi-puisi Brecht selalu berakar pada tema-tema besar yang menantang kesadaran kita tentang kemanusiaan, perang, dan ketidakadilan sosial. Di setiap barisnya, ada pergolakan batin yang menggugah, menuntut pembaca untuk tidak hanya merasakan, tetapi juga berpikir kritis tentang dunia yang penuh ketegangan ini. Meski lebih dikenal dengan karya-karya dramanya yang penuh pemikiran tajam, puisi-puisi Brecht mengajak kita untuk merenung lebih dalam tentang realitas sosial yang ada di sekitar kita.
Membaca puisi Brecht seperti mendapat panggilan untuk bertindak, untuk berpikir kritis, dan untuk tidak menerima begitu saja apa yang terjadi di dunia ini. Salah satu contoh adalah puisi Balada Paragraf 218, yang mengungkapkan ketidakadilan dalam sistem hukum yang menindas. Meskipun karya ini lahir di tengah kekacauan sejarah Jerman saat itu, pesan yang terkandung di dalamnya tetap relevan hingga saat ini, mengingatkan kita bahwa seni—terutama puisi—memiliki peran penting dalam mengubah cara pandang kita terhadap dunia.

Pengaruh Brecht dalam dunia sastra, terutama di Indonesia, terasa sangat kuat. Para penyair seperti —sekadar menyebut beberapa nama— di antaranya, W.S. Rendra, Saini KM, dan Wiji Thukul. Meski masing-masing dari mereka memiliki pendekatan yang berbeda, semangat Brecht untuk mengangkat suara-suara tertindas tetap hadir dalam karya-karya mereka. Rendra, dengan puisinya yang menentang norma-norma sosial dan politik, serta Wiji Thukul yang berani mengangkat tema perlawanan dalam puisi-puisinya, menunjukkan bagaimana puisi bisa menjadi alat yang kuat dalam melawan penindasan.

Karya Brecht memperkenalkan bentuk puisi yang tidak hanya berfungsi sebagai ekspresi estetis, tetapi juga sebagai alat refleksi dan perlawanan. Puisi-puisi Brecht mengajarkan kita bahwa seni seharusnya tidak hanya untuk menghiasi kehidupan, tetapi untuk mengubahnya. Dalam dunia yang penuh ketidakadilan, Brecht memberikan cermin yang memantulkan wajah dunia yang sering kali kita hindari untuk melihatnya. Proses kreatifnya adalah pencarian tanpa akhir, perjalanan untuk menemukan kebenaran yang lebih besar di balik kata-kata.

Brecht menyampaikan pesan yang jelas melalui puisi-puisinya: seni adalah alat untuk berjuang. Puisi adalah ekspresi yang harus mampu menantang status quo dan menggugah kita untuk bertindak. Dengan setiap kata yang ia tulis, Brecht membuka ruang bagi kita untuk lebih memahami dunia, untuk melihat lebih dalam, dan untuk melawan ketidakadilan yang ada. Puisi-puisi Brecht bukan hanya karya sastra, tetapi juga seruan untuk perubahan, untuk tidak tinggal diam dalam dunia yang penuh penderitaan dan ketimpangan.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak