Oleh Ummi Ulfatus Syahriyah
Di Balik Jendela Kereta
Bising pikiran berdiang dalam rel angan.
Menderu telinga di tengah merdunya hujan.
Berderai tanpa usai di jendela kereta; dingin.
Kursi itu membisu; sementara di luar jendela begitu usik; berisik.
Derak roda bergemuruh memecah hening lamunan
Membawa lokomotif pada kenikmatan yang fana.
Di tiap sudut kursi, para penumpang duduk, mengantuk, suntuk, terangguk, sibuk, asyik masyuk.
Diantaranya tegak, berdikari.
Pandangannya kosong; melompong.
Padahal air mataku mendidih bersama secangkir harapan.
Di balik jendela, orang-orang merayu hati hujan, tuk mengais rezeki yang tak kenal ukur.
"Tiada musim untuk sesuap nasi."
Rumah-rumah sempit, berhimpit rel dan nasib
Berisi senyum tulus dan tawa yang mulus.
Sepiring nasi di atas meja kayu reot, yang hampit ambruk ditelan waktu.
Nasi putih dan sepotong ikan teri.
"Lezat," katanya.
"Lebih lezat dari uang rakyat yang terbaring di atas meja kerakusan."
"Kami hidup di atas peluh dan keringat sendiri. Di atas petak tanah himpitan, hidup kami disambung."
Di atas teluk-teluk kemiskinan, ada saja yang masih ungkang-ungkang
dengan kuasa dan wewenang.
Pada jaz dan seragam necis, dasi keangkuhan dikibarkan.
Merah-putih berkibar nun di sana dengan tatapan sayu.
Deru roda kereta terhenti,
Cerita itu dipotong oleh stasiun; di atas bayang rel yang akan terus dikokohkan.
Sudi kah kau mendengar kisah negeri ini, jika naik kereta lagi?
Gunung Kawi, 02 Januari 2025
***
Di Bawah Temaram Ego
Berminggu-minggu, kutelan sunyi dan sepi
Hanya rapalan doa yang ramai
Dalam malam yang menggelar tikar.
Aku keluar dari angan
Menuju doa yang bersimpuh
Di bawah temaram ego yang kian memuai.
Bintang memandangi mataku yang basah dengan sedih; silih berhilir.
Ia mengejakan huruf, menuntunku sebuah kata, "H-a-r-s-a"
"Harsa"
Kukecup kening kata itu, kuembuskan nafas.
Rembulan menangkap nafasku, mengurungnya dalam purnama
Di bawah sinarnya
Aku masih bertengger
Dekat jendela bambu yang penuh dengan kisah dan cahaya
Wonosari, 08 Januari 2025
***
Nyanyian Hujan
Di sela sayap hujan,
Air mataku menyanyikan lagu kesedihan
Kukenyam mimpi
Di bawah langit,
Di atas pelangi,
Sementara
Di atas waktu, umur terus tambal sulam
Di atas buku, puisi itu mengadu
Dengan sayup suara
Yang lirih
Usiaku perlu dipugar
Ketimbang harus berkelakar
Menjalar akar
Mendirikan pagar
Pada batas nyanyian hujan; hambar
Wonosari, 11 Januari 2025
***
BIONARASI
Ummi Ulfatus Syahriyah gadis penggemar sastra puisi ini telah menulis beberapa puisi sejak tahun 2019. Antologi puisi tunggal yang telah diterbitkannya ada dua buku, yakni “Yang Terperam dan Tersekat” (Kumpulan puisi tahun 2018-2019) dan “Tuan Arloji” (Kumpulan puisi tahun 2019-2023). Selain itu, ia juga menulis novel dan artikel ilmiah. Saat ini, terhitung 8 buku (puisi, novel, motivasi, quotes) dan 10 artikel yang telah terbit dengan sitasi scholar. Di samping itu, beberapa tulisannya juga termuat dalam beberapa laman web.