Kumpulan Puisi Eka Gilang Wicaksana Sulaeman

 

Oleh Eka Gilang Wicaksana Sulaeman


Mungkin Ini Tulisan Puitis

Untuk Kimura Yumi


Hati adalah tanah subur bagi hasrat,

Pohon ambisi tumbuh bahagia,

Berakar dalam senandung pagi

Matahari dan embun bernyanyi 

Iringi Langkah petani 

Dengan senandung musik, Kimura Yumi,


Dengan jemari angin melantunkan nada,

Mengusap luka yang sunyi,

Menyulam duka menjadi langit jingga.

Jantungku pun terlelap di ranjang senandung,

Tertidur dalam pelukan melodi.

Dan aku memimpikan mimpi-mimpi,

Sebagaimana anak gembala merebahkan asa,

Pada tiap tumpuk jerami takdir Ilahi,

Tanpa peduli nyamuk menggerogoti,

Karena di sana, di balik malam,

Ada cahaya yang terus bernyanyi.



Keluhan

Untuk W.S Rendra


Willy,

Ini zaman mulai sulit melaksanakan kata-kata

Bahkan untuk sekadar menebarkannya ke jalanan

Taman-taman kata perlahan berganti gudang senjata

Lantas ke mana lagi penyair menanamkan kata?


Mestikah aku pulang ke desa?

Untuk menumbuhkan kembali kata-kata, atau

Hanya untuk sekadar menyinggahi makna yang ranggas terpanggang dusta.

Atau kusimpan saja kata-kata agar dengingnya tak hampa mengudara?


Namun setiap stoples dipenuhi garam

Mengisyaratkan ku bahwa: Negeri ini rutin memproduksi air mata!

Lalu, apa sebaiknya aku ke laut?

Memunguti setiap derai derita rakyat yang bermuara di samudera lara,

dan membungkusnya dalam sebuah puisi


Tapi apa puisi berarti solusi?

Apa puisi dapat menambal tanggung mata rakyat

yang jebol karena meluapnya limbah derita?

Sebab rakyat terlalu sering menyaksikan

penguasa mementaskan drama?


Belum sempat aku beranjak

Pintu kamarku menjerit, senyaring Widji bernyanyi:

“Apa guna banyak baca buku? Kalau mulut kau bungkam melulu!”


Seketika aku termangu, bagai domba

Mendengarkan takbir menjelang idul adha

Sambil mengunyah-ngunyah keluh-kesah

Tersedu-sedu dalam kekosongan upaya.



Semacam Puisi Tentang Angin dan Air mata

Untuk Agus R. Sarjono


Sepertinya kita butuh mentari di negeri angin ini

Angin politik telah lama membekukan air mata

Hingga hati enggan lagi bicara


Kudengar kau menulis puisi Afrika?

Dengan tegas kau berkata:

“Ibu kita adalah air mata!”


Tapi air mata laris diperdagangkan di sini

Beberapa menjadi bumbu masak

Selebihnya menjadi timba pengangkut suara

Sisanya dibagikan sebagai citra penebus dosa

Sebaiknya kita singgah saja ke Depok Selatan

Tempat air tawar menyeduh kopi lautan

Barangkali satu deburan yang tersesap

Mampu menyapu segala luka beratap


Buku Sejarah


Dengan tegas dan lantang, aku kabarkan:

Kepergian masa lalu adalah pemberontakan

Bagi rezim pemikiran yang antipati pada peristiwa!

Kata dipalsukan, makna dikaburkan,

Nilai-nilai peradaban luntur diguyur hujan kemunafikan!


Anak-anak yang dulu hobi perang-perangan

Kini terampil membombardir realita dengan air mata

Hingga demonstran bergelimpangan di jalanan

Darah mengalir sampai ke Samudera Hindia

Dan ikan-ikan menggelepar di kaleng sarden

Lengkap dengan saus derita!


Dan pebisnis mengambil keuntungan

Sebagai langkah pendirian dinasti perjudian

Yang sekarang kau lihat dalam layar genggaman

ANAK-ANAKMU!



Gilang Sulaeman, bernama lengkap Eka Gilang Wicaksana Sulaeman seorang pemuda kelahiran 23 November 2000, Jakarta Barat. Ia aktif dalam komunitas literasi seperti; adakreatif.id, dan semaan puisi. Menulis puisi sejak SMA, namun baru ditekuni saat jenjang kuliah. Karya-karyanya sudah tersebar di beberapa media, seperti: Cakradunia.co, adakreatif.id, kompasiana, dan BWCF.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak