Puisi Wisnu Ahmad Rifai

Oleh  Puisi Wisnu Ahmad Rifai

Amsal Kematian

/satu/

Amsal –

kematian menjemput, memaksaku mati

yang dingin dan tak diikuti

yang berdiam dan tak dimiliki

memecah cinta yang panjang

jatuh pada neraka kesendirian.

Kuatkah aku lewati ini?


/dua/

Ketika kematian itu lahir

merengek meminta dirimu

kau setuju menjadi pengasuhnya

meninggalkan apa-apa pada dirimu

melompati segala dunia;

kebenaran yang belum kau temukan

pada kedalaman

derita yang kau genggam.


/tiga/

Tetapi bolehkah aku

minta untuk dibangkitkan lagi?

Berkali-kali?

Dari kematian kemarin, hari ini, atau lusa

agar aku dapat membuktikan

bahwa aku mencintaimu

sekali lagi, begitu abadi.


/empat/

Sesuatu itu datang!

Kau tak dapat melihatnya,

ia adalah pemberian

sekaligus kutukan

dari Tuhan atas amal kita.


Sesuatu itu datang!

Ia berkelebat 

di antara tembok-tembok rumah

di balik bayangan:

manusia, pohon, hewan, awan, dan 

apapun yang hidup di dunia.


Sesuatu itu datang!

Dan ia akan menunggu 

ratapan kepergian

dan tangis pecah kehilangan

seseorang akan berkata,

“Kemana kau akan membawanya pergi?!”

ia bergeming tak menjawab

pergi begitu saja.


Sesuatu itu datang!

Dan jika seorang bijak

akan dijemput olehnya

ia akan tersenyum menanti

menengadahkan tangan

berucap,

“Terima kasih Tuhan.”

dan sesuatu itu akan bergeming

untuk waktu yang cukup lama

lalu pergi begitu saja.


/lima/

Sejujurnya

kita tidak pernah membayangkan

akan menerima kehidupan ini

seperti apa dan bagaimana ia

hingga kita mencintai dan mendampinginya sampai saat terakhir.


/enam/

Aku mendengar, ini adalah perintah terakhir dari Tuhan. Aku mengangkat tangan untuk terakhir kali. Aku telah diberi kesempatan luar biasa untuk mati.

Di mana, aku jatuh dari langit seperti bintang yang jatuh dari semesta. Tapi diriku yang lain tak ingin diambil, ia berkata, “Jika aku kehilangan diriku itu, Tuhan akan menyerangku kapan pun Ia mau. Aku ingin bertahan mati-matian darinya.” ah benar, mengapa aku begitu pasrah akan kematian, pikirku.

Kebingungan itu merayap dan seketika itu juga Tuhan memberitahuku bahwa tujuanku adalah surga. Namun, aku merasakan firasat buruk. Aku merasakan seakan ada sesuatu yang menusuk di kepalaku. Saat sudah mendekat, Tuhan mengingatkanku bahwa surga sudah ada di depan mata. Bukan, itu bukan surga, kataku.

Dan dalam kebingungan, pada akhirnya aku memutuskan. Bahwa aku akan kembali pada kehidupanku yang sisa, pada kehidupanku yang tampak sia-sia. Namun, tak mengapa. Toh Tuhan juga akan mengambil kembali kehidupanku itu untuk yang kedua kalinya.


/tujuh/

Apakah Tuhan menyukai pembunuhan?


Wisnu Ahmad Rifai adalah mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta. Ia lahir di kota Madiun, 8 Mei 2023. Saat ini ia sedang bekerja keras menyelesaikan skripsinya. 

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak