Surat Ketiga: Samakah Dirimu dengan yang Lain?

Oleh K.H. Nisful Laila Iskamil

Tanyakan pada dirimu, adakah engkau sama dengan kayu, batu, air, bumi, dan matahari? Tidakkah engkau lebih mulia daripada itu semua? Tentu engkau harus bertanya sekali lagi, di mana letak kemuliaanmu dibanding mereka.

Matahari menebarkan sinar (cahaya), membuat tanaman tumbuh memenuhi kebutuhan manusia. Air hujan mengucur dari langit, menjadikan tanaman subur dan melewati hidup tanpa prematur. Atau mungkin engkau seperti kelelawar yang mengambil buah-buahan di satu tempat dan menanamnya di tempat lain? Seperti ikan salmon yang rela mati setelah menyumbangkan telur dan anak-anaknya demi kebaikan manusia? Atau siapa lagi?

Apakah engkau berjalan melata seperti ular, merambat seperti ulat, atau berlari-lari seperti kuda dan sapi? Berperangai ganas seperti singa dan serigala? Atau seperti unggas yang hanya diam saja saat akan disembelih menjadi santapan manusia?

Ataukah engkau termasuk kelompok pecundang yang menentang kaidah kebenaran dan anti-kemapanan? Coba tanyakan kepada dirimu. Memang ada di antara makhluk di alam ini yang memiliki perangai seperti itu, tetapi apakah itu juga menjadi sikap dan perangaimu? Coba tanyakan pada dirimu: jika engkau harus memilih antara dua pilihan yang kontras—hidup dan mati, makanan enak dan busuk, baju bagus dan kumuh yang robek-robek, naik mobil atau sepeda pancal, pasangan yang cantik/ganteng dengan yang sebaliknya—agar engkau tahu diri dan tidak aniaya dengan memilih pilihan yang salah.

Engkau bukanlah pecundang, bukan pula pembangkang. Tentu tidak elok perangai ini diadopsi sebagai landasan sikap dan perilaku, karena hakikat penciptaan manusia sesuai dengan citranya, sama dengan jawaban saat kita memilih pilihan yang kontras itu.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak